RAJAWALI SAKTI

RAJAWALI SAKTI

PANCASILA DAN BUTIR-BUTIRNYA

PANCASILA

1. Belief in the one and only God (Ketuhanan yang Maha Esa)
2. Just and civilized humanity (Kemanusiaan yang Adil dan Beradab)
3. The unity of Indonesia (Persatuan Indonesia)
4. Democracy guided by the inner wisdom in the unanimity arising out of deliberations amongst representatives (Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan)
5. Social justice for the whole of the people of Indonesia (Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia)

Explanatory Points (Butir-Butir Pancasila)

Belief in the one and only God

• To believe and to devote oneself to one God according to his/her own religions and beliefs in the principle of just and civilized humanity (Percaya dan taqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa sesuai dengan agama dan kepercayaannya masing-masing menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab)
• To respect and cooperate with people of different religions and belief in order to achieve harmonious living (Hormat dan menghormati serta bekerjasama antara pemeluk agama dan penganut-penganut kepercayaan yang berbeda-beda sehingga terbina kerukunan hidup)
• To respect freedom of performing religious duties according his/her own religions and beliefs (Saling menghormati kebebasan menjalankan ibadah sesuai dengan agama dan kepercayaan masing-masing)
• To not force religions or beliefs onto others (Tidak memaksakan suatu agama atau kepercayaannya kepada orang lain)

Just and civilized humanity

• To conform with equal degree, equal rights, and equal obligations between individuals (Mengakui persamaan derajat, persamaan hak dan persamaan kewajiban antara sesama manusia)
• To love human being (Saling mencintai sesama manusia)
• To develop tolerant attitude (Mengembangkan sikap tenggang rasa)
• Not to be disrespectful to others (Tidak semena-mena terhadap orang lain)
• To hold high the values of humanity (Menjunjung tinggi nilai kemanusiaan)
• To do humanity works (Gemar melakukan kegiatan kemanusiaan)
• To be brave in defending truth and justice (Berani membela kebenaran dan keadilan)
• Indonesians should consider themselves as part of International Community, and hence must develop respect and cooperation with other nations (Bangsa Indonesia merasa dirinya sebagai bagian dari masyarakat Dunia Internasional dan dengan itu harus mengembangkan sikap saling hormat-menghormati dan bekerjasama dengan bangsa lain)

The unity of Indonesia

• To protect the United Nation of the Republic of Indonesia's unity (Menjaga Persatuan dan Kesatuan Negara Kesatuan Republik Indonesia)
• Willing to sacrifice oneself for the sake of the country and nation (Rela berkorban demi bangsa dan negara)
• To love the motherland (Cinta akan Tanah Air)
• To be proud for being part of Indonesia (Berbangga sebagai bagian dari Indonesia)
• To be well-socialised in order to keep the nation's unity in diversity (Memajukan pergaulan demi persatuan dan kesatuan bangsa yang ber-Bhinneka Tunggal Ika)

Democracy guided by the inner wisdom in the unanimity arising out of deliberations amongst representatives

• To prioritize on national and community interests (Mengutamakan kepentingan negara dan masyarakat)
• Not forcing one's will to other people (Tidak memaksakan kehendak kepada orang lain)
• To prioritize on the culture of unanimous agreement in public decision making (Mengutamakan budaya rembug atau musyawarah dalam mengambil keputusan bersama)
• To keep the discussion until a consensus or an unanimous consent is reached embodied by the spirit of kinship (Berrembug atau bermusyawarah sampai mencapai konsensus atau kata mufakat diliputi dengan semangat kekeluargaan)

Social justice for the whole of the people of Indonesia

• To be just toward fellow people (Bersikap adil terhadap sesama)
• To respect other people's rights (Menghormati hak-hak orang lain)
• To help one another (Menolong sesama)
• To cherish other human being (Menghargai orang lain)
• To do useful tasks for common good and for public behalf (Melakukan pekerjaan yang berguna bagi kepentingan umum dan bersama)

Atas nama BANGSA INDONESIA

Atas nama BANGSA INDONESIA

Jumat, 11 Januari 2008

Rahasia huruf Jawa

Didalam huruf Jawa memang sepenuhnya adalah aksara. Tetapi dalam aksara ini ada makna yang terpendam tentang filosofi sikap Jawa, lewat sastra adiluhung, pada kawruh kearifan Sangkan paraning dumadi.

Sangkan paraning dumadi adalah pengertian hakiki tentang persatuan dan kesatuan yaitu dengan menyatunya roh kehidupan manusia dari mulai kelahiran dan kematian, menyatunya tubuh pada bumi dan roh pada maha roh. Maka dari itu persatuan dan kesatuanlah yang selalu menjadi kekuatan di Ibu pertiwi ini semenjak zaman dahulu kala.

Huruf Jawa terdiri dari 20 aksara, yang ketika dirangkai aksara itu akan bercerita.

“HA NA CA RA KA
DA TA SA WA LA
PA DA JA YA NYA
MA GA BA THA NGA”

Jika dirangkai menjadi hana caraka, data sawala, pada jayanya, maga bathanga.

Artinya sederhana, ada dua orang utusan yang saling bertengkar, kedua-duanya sama kuat dan akhirnya sama-sama mati.

Dari sini kita bisa pelajari bahwa didalam kehidupan kita sebagai makhluk social, baik dari lingkungan keluarga, organisasi, perusahaan, bernegara, maupun Hubungan Internasional, satu kepemimpinan adalah syarat mutlak jika menginginkan perdamaian, jika ada dua kepemimpinan maka akan datang perpecahan yang membawa kehancuran semua pihak.

Dalam bentuk tembang matra Dhandanggula aksara-aksara Jawa bisa diuraikan dengan jelas sehingga dengan jelas membentuk kearifan sangkan paraning dumadi.

“Ha-sal dzat Hyang Suksmajati nrangi
(muasal zat Ilahi adalah sukma yang menerangi)
Na-ndho daya prana gung amertha
(menimbun kekuatan nafas yang membentuk kehidupan yang agung)
Ca-hya cipta budi kabeh
(Cahaya cipta budi seluruhnya)
Ra-sa jajag tyas anggung
(Rasa inti dalam hati)
Ka-rsa lancer manrus ngugemi
(Niat yang terus lancar dengan pegangan yang teguh)
Da-den nuhu ucapnya
(Dengan ucapan yang sejati)
Ta-sah amemanya
(Selalu berbuat baik)
Sa-rwindra ngibadah kajat
(Berpikir untuk tetap ibadah)
Wa-ntu dahat mangunah Allah memundhi
(Meraih sesuatu karena keyakinan akan Allah)

La-ntip ruming nestapa
(Bijak terhadap kesusahan)

Pa-ndomira condhong anggung eling
(pegangannya selalu eling)
Dha-mang catur sungkan paran kwawa
(Mengerti akan hakikat asal mula)
Ja-lirwa ing saan case
(Jangan lalai pada kebajikan)
Ya ngyayogya tinuntun
(Ya pantas dilalui dengan tuntunan)
Nya-ang karya tamaning dumadi
(Ke arah karya yang bijak)
Ma-rma tinata mbaka
(Ditata dengan baik)
Ga-yuh hanyadarum
(Semua yang didambakan)
Ba-ka adi tyas sakeca
(Akan menghasilkan kesenangan)
Tha-rik janma eling jatu rukhani
(Pola pikir insani tentang kesejatian rohani)
Nga-ngkah ningrat Hyang
(Mencapai tingkat tertinggi menyatunya dengan Tuhan)”

Filsafat Pancasila Sila I “Ketuhanan Yang Maha Esa”


Sejak dahulu dari zaman ke zaman Bangsa kita adalah Para Pencari Tuhan dan dalam perjalanan manusia mencari Tuhannya dibagi menjadi lima fase jika disesuaikan dengan perkembangan dari zaman ke zaman yang seiring dengan perkembangan kondisi alam, akal dan budaya bangsa Indonesia, berikut lima fase tersebut :

Fase pertama : Pada zaman ini bangsa kita takjub akan matahari, guntur, gunung, dsb, maka akal mereka berkata “oh inilah Tuhan”,munculah Dewa Matahari, Dewa Guntur, dsb, jadi apa yang membuat mereka takjub itulah yang mereka anggap sebagai Tuhan.

Fase kedua : Bangsa kita mulai memasuki zaman peternakan, mereka lihat sapi begitu banyak manfaatnya, mereka melihat gajah begitu besar dan menakjubkan, sehingga akal mereka berkata “oh inilah Tuhan”, bahkan sampai sekarang masih ada di Bali yang memuja Sapi, dan gajah dijadikan salah satu Dewa di India. Akal mereka mengatakan itulah Tuhan bagi mereka.

Fase ketiga : Bangsa kita memasuki zaman pertanian, ketika membuang biji padi tumbuh padi, ketika membuang biji buah tumbuh buah, akal mereka berpikir itu adalah sebuah keajaiban dari Tuhan, lalu bayangan Tuhan mereka adalah seorang Dewi yang memberikan kehidupan, kemudian ada Dewi Sri dan dewi-dewi lainnya sebagai gambaran Tuhan mereka.

Fase keempat : Ketika mereka sudah terbiasa berternak dan bercocok tanam dengan dengan baik dan benar, jadi akal mereka mengatakan “oh Tuhan itu ghaib, tak dapat dilihat, tak dapat diraba, hanya dapat dirasakan dalam hati”

Fase kelima : Zaman ini telah memasuki zaman industrialisasi, pada zaman ini manusia bisa menciptakan guntur dengan tekhnologinya, bahkan bisa mengirim suara dari Amerika ke Indonesia sepersekian detik, bayi tabung bisa dibuat oleh manusia, “aku bisa ini, aku bisa itu, apa yang aku tidak bisa!?” maka “AKULAH TUHAN” saat manusia merasa bisa mengendalikan segalanya saat manusia merasa paling benar saat itulah mereka menuhankan diri mereka sendiri, menuhankan benda-benda ciptaanya sendiri, sehingga manusia akan diperalat oleh alat yang dibuatnya sendiri.

Jadi yang membedakan Tuhan adalah akal manusia, dan dengan seiringnya perkembangan zaman manusia semakin belajar dan belajar sehingga akalnya pun berkembang dan merubah pandangan akal tentang Ketuhanan, tetapi Esensinya tetap Keesaan Tuhan. Karena Tuhan adalah Maha Segalanya, Tuhan adalah segala pusat ilmu alam semesta, Tuhan adalah kebenaran, dan kebenaran tak dapat ditunggalkan oleh manusia karena kebenaran hanyalah milik-NYA. Dan pada titik klimaks di fase kelima ini seharusnya kita sadar bahwa kebenaran hanyalah milik Tuhan dan segala kesalahan itu adalah milik kita sebagai manusia yang lemah dihadapan-NYA. Tuhan tetapi dalam perjalanannya justru semakin jauh dari Tuhan, karena akal, pikiran, dan hati manusia sesungguhnya adalah hawa nafsu yang akan selalu menyesatkan dan menipu manusia itu sendiri jika manusia selalu mengikuti hawa nafsunya itu adalah suatu hal yang mustahil bagi seorang manusia untuk mendapatkan kebahagiaan dalam hidupnya. Tetapi manusia yang sabar,tawakkal, dan ikhlas kepada Tuhan yang maha esa maka manusia akan menemukan ketentraman dan kedamaian dalam dirinya karena akal, hati dan pikirannya akan dituntun langsung oleh Tuhan yang Maha Esa menuju jalanNya. Ini berarti Manusia tak boleh berputus asa dan harus terus berusaha dan bekerja dalam hidupnya untuk mewujudkan apa yang menjadi yang terbaik dalam hidupnya, kesempurnaan dalam hidupnya yaitu sebaik-baik manusia adalah manusia yang bermanfaat bagi manusia lainnya. Kita adalah wayang dan Tuhan adalah Dalangnya, dengan sabar,tawakal, dan ikhlas Tuhan akan mendekatkan kita kepadaNya. Dengan terus berusaha menjadi manusia Insan Alkamil, dengan sabar,tawakkal.dan ikhlas kepadaNYA maka akan membawa kita ke jalan kebenaranNYA.