Sejak awal zaman kehidupan, manusia adalah makhluk sosial. Manusia tak dapat hidup tanpa manusia lainnya. Sejak dahulu bangsa kita mengenal istilah “gotong-royong” dimana jika ada yang berat dipikul bersama-sama pastilah terasa lebih ringan. Dengan bergotong-royong untuk kebaikan dan keadilan kita bisa merasakan kekuatan rasa kemanusiaan dan prikemanusiaan yang sejati, seperti yang dilambangkan oleh sila ke-2 dengan perumpamaan sebuah rantai yang kokoh dan tiada putusnya rantai kemanusiaannya itu. Manusia beranak, anak beranak lagi, kemudian anak beranak lagi, ini rantai yang tiada putusnya dari zaman ke zaman. Bukan sekedar demikian, rantai yang dilukiskan diatas perisai Sang Garuda Pancasila ini juga melukiskan hubungan antara bangsa dengan bangsa dimana kita sebagai Bangsa Indonesia adalah bagian dari dunia yang terdiri dari bangsa-bangsa. Kita adalah bagian dari keluarga dunia yang antara bangsa yang satu adalah merupakan saudara bagi bangsa yang lainnya. Pada hakekatnya pun adalah satu rantai yang tiada putusnya. Tiada manusia dapat hidup bersendirian tanpa berdampingan, demikian pula dengan bangsa, sebuah bangsa tak dapat hidup sendiri, bangsa hanyalah dapat hidup di dalam masyarakat umat manusia di dalam masyarakatnya bangsa-bangsa.
Pada awalnya memang tidak ada yang dinamakan bangsa-bangsa itu bangsa adalah hasil dari pertumbuhan kehidupan manusia. Zaman dahulu sekali tidak ada yang dinamakan bangsa Indonesia, tidak ada yang dinamakan bangsa Jerman, tidak ada yang dinamakan bangsa Jepang, tidak ada yang dinamakan bangsa Amerika, dan demikian juga bangsa-bangsa lainnya. Dahulu di Amerika itu sebelum dinamakan bangsa Amerika, disana terdapat suku pribumi yang merupakan penduduk asli benua Amerika yang dinamakan suku Indian ; ada suku Sioux, ada suku Apache. Beragam suku Indian itu belum berbentuk sebuah bangsa. Tetapi kemudian setelah ditemukannya benua Amerika oleh pelaut Eropa maka benua itu diserbu dan diduduki oleh emigran-emigran Eropa, emigran-emigran Jerman, emigran-emigran dari Italia, Norwegia, dari Irlandia, dan berbagai macam negeri lainnya. Lalu emigran-emigran dari berbagai negeri ini bersatu, percampuran manusia-manusia dari berbagai negeri inilah yang dinamakan sebagai bangsa Amerika. Melihat dari gambaran diatas, paham bangsa adalah hasil daripada satu pertumbuhan manusia dari hubungan intim laki-laki dan perempuan yang membentuk sebuah kelompok keluarga, kemudian berkembang membentuk kelompok suku-suku, dan kemudian membentuk kelompok bangsa-bangsa. Inilah rantai yang kuat dari laki-laki dan perempuan.
Zaman dahulu ketika belum ada hukum dimana pada zaman itu berlaku hukum rimba yang disebut juga zaman homohomoni lupus. Belum ada yang dinamakan perkawinan, kehidupan suami-istri seperti sekarang. Kehidupan dalam zaman itu campur aduk dan semrawut. Hubungan anatar rantai laki-laki dengan perempuan semau-maunya dan sebebas-bebasnya, sama dengan binatang di alam rimba. Ada, waktu-waktu hubungan pasangan yang singkat dan hanya sebentar, sebagaimana juga anjing serigala didalam waktu ia birahi sebentar selalu anjing betina A sebentar selalu dengan anjing perempuan B, tetapi beberapa pekan putus, nanti sudah berhubungan lagi dengan anjing lain. Sebentar lagi berpasangan, tapi kemudian putus hubungan itu, pindah kepada wanita anjing lain atau pindah kepada pria anjing lain. Itulah gambaran kehidupan manusia sebelum ada hukum. Setelah ada hukum khususnya dalam agama, didalam agama kaum Ibu ditinggikan derajatnya sebagai Ibu, bahkan dalam agama dinyatakan bahwa “Surga ada di telapak kaki Ibu”. Kaum wanitalah yang pertama kali membuat hukum, yaitu Hukum Keturunan. Pada zaman homohomoni lupus, tidak bisa dibuktikan anak itu bapaknya siapa. Tetapi jelaslah sudah Ibunya, seorang wanita yang melahirkannya. Ketika para lelaki pergi berburu mencari binatang, wanitalah yang karena ingin meneduhkan anaknya yang ia cintai, ia mendapatkan ilmu membuat gubuk yang terbuat dari daun-daunan, kemudian berkembang dengan menggunakan bahan-bahan yang lebih baik. Wanita ini makin lama makin menjadi orang yang penting. Wanita ini makin lama makin menjadi produsen. Produksi makin lama didalam genggamannya. Ketika para lelaki berburu, wanita yang dengan akalnyalah yang bercocok tanam. Dialah yang memetik hasil tanaman untuk diberikan makan kepada anak-anaknya. Wanitalah juga yang menyimpan ikan-ikan di dalam periuk, dia yang membagikan ikan-ikan itu kepada anak-anaknya dengan adil. Maka akhirnya dialah yang menjadikan aturan-aturan, mengadakan hukum. Hukum yang kemudian dinamakan hukum matrilineal, hukum peribuan.
Setelah adanya hukum, manusia-manusia itu mengelompokkan dirinya dari suku-suku, kemudian menjadi bangsa-bangsa, maka duniapun yang sekarang akan semakin lama maikn menghilangkan batas-batas tajam antara bangsa dan bangsa. Inilah yang dikatakan Bung Karno dalam kursusnya sebagai paradox historis daripada abad yang kita alami. Historis paradox daripada abad-abad yang kita alami ialah politik kita melihat terjadinya bangsa-bangsa, terjadinya negara-negara nasional, terjadinya batas-batas yang melingkari bangsa-bangsa dan negara-negara nasional itu. Tetapi sebagai paradox daripada itu pertumbuhan sebagai akibat daripada perkembangan teknik terutama sekali, justru menghasilkan setapak demi setapak adanya batas-batas bangsa itu. Di satu pihak terjadinya negara-negara nasional dan bangsa-bangsa, di lain pihak perhubungan yang makin rapat antara manusia dan manusia, dan antara bangsa dengan bangsa. Maka oleh karena itu bangsa yang tergabung dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia ini pun makin didalam tekad kita ini tidak hanya ingin mengadakan satu bangsa Indonesia yang hidup dalam masyarakat adil dan makmur. Tetapi tidak hanya demikian, disamping itu kita juga tidak lupa dengan saudara kita bangsa lain yang merupakan bagian dari keluarga dunia yang kita bekerja keras pula dan bergotong-royong untuk kebahagiaan seluruh umat manusia di dalam keluarga dunia.
Pada awalnya memang tidak ada yang dinamakan bangsa-bangsa itu bangsa adalah hasil dari pertumbuhan kehidupan manusia. Zaman dahulu sekali tidak ada yang dinamakan bangsa Indonesia, tidak ada yang dinamakan bangsa Jerman, tidak ada yang dinamakan bangsa Jepang, tidak ada yang dinamakan bangsa Amerika, dan demikian juga bangsa-bangsa lainnya. Dahulu di Amerika itu sebelum dinamakan bangsa Amerika, disana terdapat suku pribumi yang merupakan penduduk asli benua Amerika yang dinamakan suku Indian ; ada suku Sioux, ada suku Apache. Beragam suku Indian itu belum berbentuk sebuah bangsa. Tetapi kemudian setelah ditemukannya benua Amerika oleh pelaut Eropa maka benua itu diserbu dan diduduki oleh emigran-emigran Eropa, emigran-emigran Jerman, emigran-emigran dari Italia, Norwegia, dari Irlandia, dan berbagai macam negeri lainnya. Lalu emigran-emigran dari berbagai negeri ini bersatu, percampuran manusia-manusia dari berbagai negeri inilah yang dinamakan sebagai bangsa Amerika. Melihat dari gambaran diatas, paham bangsa adalah hasil daripada satu pertumbuhan manusia dari hubungan intim laki-laki dan perempuan yang membentuk sebuah kelompok keluarga, kemudian berkembang membentuk kelompok suku-suku, dan kemudian membentuk kelompok bangsa-bangsa. Inilah rantai yang kuat dari laki-laki dan perempuan.
Zaman dahulu ketika belum ada hukum dimana pada zaman itu berlaku hukum rimba yang disebut juga zaman homohomoni lupus. Belum ada yang dinamakan perkawinan, kehidupan suami-istri seperti sekarang. Kehidupan dalam zaman itu campur aduk dan semrawut. Hubungan anatar rantai laki-laki dengan perempuan semau-maunya dan sebebas-bebasnya, sama dengan binatang di alam rimba. Ada, waktu-waktu hubungan pasangan yang singkat dan hanya sebentar, sebagaimana juga anjing serigala didalam waktu ia birahi sebentar selalu anjing betina A sebentar selalu dengan anjing perempuan B, tetapi beberapa pekan putus, nanti sudah berhubungan lagi dengan anjing lain. Sebentar lagi berpasangan, tapi kemudian putus hubungan itu, pindah kepada wanita anjing lain atau pindah kepada pria anjing lain. Itulah gambaran kehidupan manusia sebelum ada hukum. Setelah ada hukum khususnya dalam agama, didalam agama kaum Ibu ditinggikan derajatnya sebagai Ibu, bahkan dalam agama dinyatakan bahwa “Surga ada di telapak kaki Ibu”. Kaum wanitalah yang pertama kali membuat hukum, yaitu Hukum Keturunan. Pada zaman homohomoni lupus, tidak bisa dibuktikan anak itu bapaknya siapa. Tetapi jelaslah sudah Ibunya, seorang wanita yang melahirkannya. Ketika para lelaki pergi berburu mencari binatang, wanitalah yang karena ingin meneduhkan anaknya yang ia cintai, ia mendapatkan ilmu membuat gubuk yang terbuat dari daun-daunan, kemudian berkembang dengan menggunakan bahan-bahan yang lebih baik. Wanita ini makin lama makin menjadi orang yang penting. Wanita ini makin lama makin menjadi produsen. Produksi makin lama didalam genggamannya. Ketika para lelaki berburu, wanita yang dengan akalnyalah yang bercocok tanam. Dialah yang memetik hasil tanaman untuk diberikan makan kepada anak-anaknya. Wanitalah juga yang menyimpan ikan-ikan di dalam periuk, dia yang membagikan ikan-ikan itu kepada anak-anaknya dengan adil. Maka akhirnya dialah yang menjadikan aturan-aturan, mengadakan hukum. Hukum yang kemudian dinamakan hukum matrilineal, hukum peribuan.
Setelah adanya hukum, manusia-manusia itu mengelompokkan dirinya dari suku-suku, kemudian menjadi bangsa-bangsa, maka duniapun yang sekarang akan semakin lama maikn menghilangkan batas-batas tajam antara bangsa dan bangsa. Inilah yang dikatakan Bung Karno dalam kursusnya sebagai paradox historis daripada abad yang kita alami. Historis paradox daripada abad-abad yang kita alami ialah politik kita melihat terjadinya bangsa-bangsa, terjadinya negara-negara nasional, terjadinya batas-batas yang melingkari bangsa-bangsa dan negara-negara nasional itu. Tetapi sebagai paradox daripada itu pertumbuhan sebagai akibat daripada perkembangan teknik terutama sekali, justru menghasilkan setapak demi setapak adanya batas-batas bangsa itu. Di satu pihak terjadinya negara-negara nasional dan bangsa-bangsa, di lain pihak perhubungan yang makin rapat antara manusia dan manusia, dan antara bangsa dengan bangsa. Maka oleh karena itu bangsa yang tergabung dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia ini pun makin didalam tekad kita ini tidak hanya ingin mengadakan satu bangsa Indonesia yang hidup dalam masyarakat adil dan makmur. Tetapi tidak hanya demikian, disamping itu kita juga tidak lupa dengan saudara kita bangsa lain yang merupakan bagian dari keluarga dunia yang kita bekerja keras pula dan bergotong-royong untuk kebahagiaan seluruh umat manusia di dalam keluarga dunia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar