Demokrasi atau yang kita sering menyebutnya kedaulatan rakyat, adalah hanya sekedar alat untuk mencapai tujuan. Teknis tujuannya adalah suatu bentuk masyarakat yang mempunyai bentuk sesuatu hal, seperti masyarakat kapitalis, masyarakat sosialistis, dan masyarakat lainnya. Alat untuk mencapai tujuan dari brntuk masyarakat tidak selalu dengan memakai demokrasi; misalnya kaum Hitleris, kaum nasional-sosialis berpendapat bahwa untuk mencapai tujuan masyarakat mereka yang menjadi impian bagi kaum mereka bukanlah demokrasi, tetapi nasionailsme-sosialime yang lebih kita kenal sebagai Nazi (National Sozialismus)yang pada hakekatnya adalah fasisme diktatur yang mengarah pada Chauvinisme (Nasionalisme berlebihan) jadi, baik demokrasi maupun fasisme atau Nazi buatan Hitler walaupn sebenarnya tidak menggambarkan sosialisme dan nasional, tetapi Hitler mengatakan ia punya fasisme nasionalis dan sosialisme. Baik demokrasi maupun Nazi adalah alat untuk mencapai impian atau tujuan dari suatu bentuk masyarakat. Tetapi di dalam pemikiran kita dan lebih tegasnya lagi di dalam cara keyakinan dan kepercayaan bangsa ini, kedaulatan bukanlah hanya sekedar alat belaka. Kita yang mempunyai satu jiwa, pikiran dan perasaaan, bukan hanya sekedar teknis, melainkan juga secara kejadian, secara psikologis nasional, dan secara kekeluargaan, demokrasi adalah satu kepercayaan, satu keyakinan dalam usaha mencapai bentuk masyarakat yang kita cita-citakan. Bahkan dalam perilaku budaya masyarakat kita memakai asas kebersamaan yang selalu berdiri di atas dasar kekeluargaan, di atas dasar musyawarah untuk mencapai mufakat, di atas demokrasi untuk mencapai tujuan, di atas dasar kedaulatan rakyat. Kita percaya bahwa sejak dahulu kehidupan kekeluargaan tidak akan berjalan dengan sempurna jika tidak dengan menjalankan dasar kedaulatan rakyat atau demokrasi atau musyawah. Di alam masyarakat atau kenegaraan kita mempunyai keyakinan bahwa segala sesuatu yang mengenai hidup bermasyarakat harus di dasarkan atas dasar kekeluargaan, demokrasi, kedaulatan rakyat, sehingga bagi kita, di alam pemikiran dan perasaan, dan di alam kejadian kita, demokrasi bukanlah hanya sebagai suatu alat teknis melainkan juga adalah suatu kepercayaan, satu keyakinan. Maka dari itu bagi bangsa Indonesia, demokrasi atau kedaulatan rakyat mempunyai corak nasional tersendiri, satu corak berdasarkan nilai-nilai budaya luhur bangsa ini, satu corak kepribadian, dam tidak perlu sama dengan corak demokrasi yang dipergunakan oleh bangsa-bangsa lain sebagai teknis. Kita harus menegaskan dan berani mengatakan : Janganlah demokrasi kita itu adalah jiplakan. Janganlah demokrasi yang kita jalankan itu adalah demokrasi dari bangsa asing seperti, Amerika Serikat, Eropa, Cina, dan negara lainnya. Sebagian bangsa kita yang pikirannya masih tersangkut (terjajah) dengan dunia barat, yang belum berdiri diatas kepribadian bangsa Indonesia sendiri. Mereka tak akan bisa menangkap esensi daripada demokrasi itu sendiri.
Jika kita melihat dari perjalanan sejarah, dimana Hitler dengan Nazinya, bangsa Eropa dan Amerika Serikat dengan kapitalismenya dan kaum buruh dengan Marxismenya, demokrasi adalah satu ideologi politik daripada salah satu periode, satu bukti bahwa kesadaran manusia dalam berdemokrasi dalam alam pikiran dan politiknya. Seperti kita ketahui banyak intrik yang terjadi antara politik mereka sehingga mereka lupa dengan esensi demokrasi itu sendiri. Mereka membuat peperangan dimana-mana, membuat kehancuran dimana-mana. Mereka saling menunggalkan kebenaran mereka masing-masing. Kapitalisme ingin tumbuh subur dengan cara produksi mempergunakan tenaga buruh, yang buruh ini membuat barang yang lain yang lebih berharga daripada sebelumnya. Kapitalisme memakai sistem Laba dalam produksinya, Contohnya jika tepung dan gula sebagai modal dibeli dengan harga Rp.100.00 kemudian diolah menjadi kue dengan penjualan keseluruhannya Rp.200,00, maka laba keuntungannya adalah Rp.100,00. Ini Rp.50,00 masuk kantong sang kapitalis, sebagian Rp.50,00 masuk kantong sang buruh. Jika di negara yang politik dan ekonominya didominasi oleh kaum kapitalis maka pembagian laba untungnya mungkin lebih banyak ke kaum kapitalis atau pengusahanya yang menindas kaum buruhnya dengan hasil keringatnya yang dibayar murah, dan begitu juga sebaliknya jika, di negara yang poltik dan ekonominya didominasi oleh kaum buruh maka laba untungnya kaum buruhlah yang diuntungkan, para pengusaha akan makin kecil dan kecil. Disanalah terjadi ketidakseimbangan ekonomi yang berdasarkan pada kemakmuran rakyat banyak. Dengan kejadian itu kita bisa lihat segala cacat-cacat dari demokrasi bangsa asing, kitalah yang sebaiknya sebagai amanat penderitaan daripada bangsa Indonesia yang memikul kewajiban untuk menyelenggarakan suatu masyarakat yang berdemokrasi dengan menaruhkan segala sesuatu diatas kepribadian bangsa Indonesia sendiri, yang bukan hanya sekedar alat teknis, tetapi satu alam jiwa pemikiran dan perasaan kita. Dan bukan keberpihakakan kepada kaum pengusaha, maupun kaum buruh, sehingga dapat menyelenggarakan apa yang menjadi amanat penderitaan daripada rakyat banyak yaitu suatu masyarakat yang adil dan makmur.
Jika kita melihat dari perjalanan sejarah, dimana Hitler dengan Nazinya, bangsa Eropa dan Amerika Serikat dengan kapitalismenya dan kaum buruh dengan Marxismenya, demokrasi adalah satu ideologi politik daripada salah satu periode, satu bukti bahwa kesadaran manusia dalam berdemokrasi dalam alam pikiran dan politiknya. Seperti kita ketahui banyak intrik yang terjadi antara politik mereka sehingga mereka lupa dengan esensi demokrasi itu sendiri. Mereka membuat peperangan dimana-mana, membuat kehancuran dimana-mana. Mereka saling menunggalkan kebenaran mereka masing-masing. Kapitalisme ingin tumbuh subur dengan cara produksi mempergunakan tenaga buruh, yang buruh ini membuat barang yang lain yang lebih berharga daripada sebelumnya. Kapitalisme memakai sistem Laba dalam produksinya, Contohnya jika tepung dan gula sebagai modal dibeli dengan harga Rp.100.00 kemudian diolah menjadi kue dengan penjualan keseluruhannya Rp.200,00, maka laba keuntungannya adalah Rp.100,00. Ini Rp.50,00 masuk kantong sang kapitalis, sebagian Rp.50,00 masuk kantong sang buruh. Jika di negara yang politik dan ekonominya didominasi oleh kaum kapitalis maka pembagian laba untungnya mungkin lebih banyak ke kaum kapitalis atau pengusahanya yang menindas kaum buruhnya dengan hasil keringatnya yang dibayar murah, dan begitu juga sebaliknya jika, di negara yang poltik dan ekonominya didominasi oleh kaum buruh maka laba untungnya kaum buruhlah yang diuntungkan, para pengusaha akan makin kecil dan kecil. Disanalah terjadi ketidakseimbangan ekonomi yang berdasarkan pada kemakmuran rakyat banyak. Dengan kejadian itu kita bisa lihat segala cacat-cacat dari demokrasi bangsa asing, kitalah yang sebaiknya sebagai amanat penderitaan daripada bangsa Indonesia yang memikul kewajiban untuk menyelenggarakan suatu masyarakat yang berdemokrasi dengan menaruhkan segala sesuatu diatas kepribadian bangsa Indonesia sendiri, yang bukan hanya sekedar alat teknis, tetapi satu alam jiwa pemikiran dan perasaan kita. Dan bukan keberpihakakan kepada kaum pengusaha, maupun kaum buruh, sehingga dapat menyelenggarakan apa yang menjadi amanat penderitaan daripada rakyat banyak yaitu suatu masyarakat yang adil dan makmur.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar