RAJAWALI SAKTI

RAJAWALI SAKTI

PANCASILA DAN BUTIR-BUTIRNYA

PANCASILA

1. Belief in the one and only God (Ketuhanan yang Maha Esa)
2. Just and civilized humanity (Kemanusiaan yang Adil dan Beradab)
3. The unity of Indonesia (Persatuan Indonesia)
4. Democracy guided by the inner wisdom in the unanimity arising out of deliberations amongst representatives (Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan)
5. Social justice for the whole of the people of Indonesia (Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia)

Explanatory Points (Butir-Butir Pancasila)

Belief in the one and only God

• To believe and to devote oneself to one God according to his/her own religions and beliefs in the principle of just and civilized humanity (Percaya dan taqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa sesuai dengan agama dan kepercayaannya masing-masing menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab)
• To respect and cooperate with people of different religions and belief in order to achieve harmonious living (Hormat dan menghormati serta bekerjasama antara pemeluk agama dan penganut-penganut kepercayaan yang berbeda-beda sehingga terbina kerukunan hidup)
• To respect freedom of performing religious duties according his/her own religions and beliefs (Saling menghormati kebebasan menjalankan ibadah sesuai dengan agama dan kepercayaan masing-masing)
• To not force religions or beliefs onto others (Tidak memaksakan suatu agama atau kepercayaannya kepada orang lain)

Just and civilized humanity

• To conform with equal degree, equal rights, and equal obligations between individuals (Mengakui persamaan derajat, persamaan hak dan persamaan kewajiban antara sesama manusia)
• To love human being (Saling mencintai sesama manusia)
• To develop tolerant attitude (Mengembangkan sikap tenggang rasa)
• Not to be disrespectful to others (Tidak semena-mena terhadap orang lain)
• To hold high the values of humanity (Menjunjung tinggi nilai kemanusiaan)
• To do humanity works (Gemar melakukan kegiatan kemanusiaan)
• To be brave in defending truth and justice (Berani membela kebenaran dan keadilan)
• Indonesians should consider themselves as part of International Community, and hence must develop respect and cooperation with other nations (Bangsa Indonesia merasa dirinya sebagai bagian dari masyarakat Dunia Internasional dan dengan itu harus mengembangkan sikap saling hormat-menghormati dan bekerjasama dengan bangsa lain)

The unity of Indonesia

• To protect the United Nation of the Republic of Indonesia's unity (Menjaga Persatuan dan Kesatuan Negara Kesatuan Republik Indonesia)
• Willing to sacrifice oneself for the sake of the country and nation (Rela berkorban demi bangsa dan negara)
• To love the motherland (Cinta akan Tanah Air)
• To be proud for being part of Indonesia (Berbangga sebagai bagian dari Indonesia)
• To be well-socialised in order to keep the nation's unity in diversity (Memajukan pergaulan demi persatuan dan kesatuan bangsa yang ber-Bhinneka Tunggal Ika)

Democracy guided by the inner wisdom in the unanimity arising out of deliberations amongst representatives

• To prioritize on national and community interests (Mengutamakan kepentingan negara dan masyarakat)
• Not forcing one's will to other people (Tidak memaksakan kehendak kepada orang lain)
• To prioritize on the culture of unanimous agreement in public decision making (Mengutamakan budaya rembug atau musyawarah dalam mengambil keputusan bersama)
• To keep the discussion until a consensus or an unanimous consent is reached embodied by the spirit of kinship (Berrembug atau bermusyawarah sampai mencapai konsensus atau kata mufakat diliputi dengan semangat kekeluargaan)

Social justice for the whole of the people of Indonesia

• To be just toward fellow people (Bersikap adil terhadap sesama)
• To respect other people's rights (Menghormati hak-hak orang lain)
• To help one another (Menolong sesama)
• To cherish other human being (Menghargai orang lain)
• To do useful tasks for common good and for public behalf (Melakukan pekerjaan yang berguna bagi kepentingan umum dan bersama)

Atas nama BANGSA INDONESIA

Atas nama BANGSA INDONESIA

Senin, 20 Mei 2013

OBLIGASI BNI 1962 & 1963
















Kronologis Sejarah Obligasi BNI 1962-1963 :

1. Pada Tahun 1950 sertifikat saham perusahaan Belanda diterbitkan untuk membantu perekonomian pasca Proklamasi pada tahun 1958 saat penerbitan NV Karung Rosella Bung Karno telah berhasil selama bernegosiasi dengan Belanda selama RIS maka NV Karung Rosela diberikan atas nama Bank Industri Negara dan Indonesia memiliki jaminan asset yaitu hasil dari dibatalkannya KMB dan dinasionalisasikannya perusahaan-perusahaan Belanda yang dinilai seluruh assetnya sejumlah emas sebesar 85% dari seluruh emas dunia.

2. Pada tahun 1959 kembalinya RI dari RIS maka Indonesia mempunyai jaminan pencetakan mata uang 85% berupa emas dan dibandingkan dengan US 125% Indonesia akan lepas landas dimata ekonomi dunia. Atas dasar Collateral tersebut pada tahun yang sama telah dicetak mata uang rupiah gambar banteng pecahan Rp.5000 yang harus diedarkan oleh Bank Dunia tetapi barang itu hilang entah kemana dan tiba-tiba "Negara2 barat" menawarkan hutang ditengah krisis ekonomi oleh karena hilangnya uang rupiah gambar banteng tersebut. Lalu Bung Karno tidak tinggal diam dan mengatakan dengan lantang "GO TO HELL WITH YOUR AID" karena Bung Karno tahu bahwa mereka meminjamkan uang dari yang sesungguhnya milik Rakyat Indonesia.

3. Pada tahun 1960 krisis melanda Indonesia pasca penolakan bantuan dana dari barat dan untuk memperkuat ekonomi perbankan negara Bung Karno perintahkan kepada rakyat Indonesia untuk "Kencangkan Ikat Pinggang!" Gotong-Royong dalam memperkuat ekonomi Negara, dari mulai petani,nelayan,pedagang kecil,pengusaha kecil, sampai ke kaum menengah sampai kepada kerajaan seluruhnya mengumpulkan dana untuk menggerakkan ekonomi negara dan kerajaan-kerajaan pada saat itu selaku koordinator dari dana revolusi pembangunan yang berasal dari keringat rakyat Indonesia secara keseluruhan.

4. Kemudian pada tahun 1962 Bung Karno telah berhasil membentuk Bank Sentral yaitu Bank Negara Indonesia dan rencana BNI akan akan menjadi “Bank Penggerak” untuk digunakan untuk kredit produktif lewat perkoperasian sampai ke tingkat pedesaan. Dan untuk penguatan modal itu maka BNI menempatkan dana revolusi pembangunan dan mengeluarkan Pinjaman Obligasi 1962-1963 dalam pecahan Rp.500, Rp.1000, Rp.5000. Obligasi yang diterbitkan diberikan kepada orang-orang kepercayaan yang terpilih sebagai pemegang fisik yang sebagian besar dari keluarga kerajaan agar tidak disalahgunakan dan amanah agar bisa digunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat.

5. Dari tahun 1962 Sebagian Kupon Obligasi telah dibayarkan tetapi belum sampai dilunaskan dan sebagai tanda telah terbayar dibubuhi cap materai, nomor dan diberi lubang berbentuk Bintang jika dibayar cicilan dan jika dilunaskan  maka diberi cap besar bertuliskan tidak valid atau Telah Dibayar. Dan sebagian Obligasi yang utuh sebagai penganti obligasi yang hilang atau rusak. Lalu pada tahun 1965 sebelum jatuh temponya bangsa kita sudah dimainkan oleh CIA dan KGB hingga terjadilah G30SPKI. Dan Bung Karno belum mengeluarkan Kepres tentang pembatalan atau pelunasan aset ini. Dan sampai detik ini aset ini masih dikategorikan istilah perbankan dalam "Singking Fund".

6. Bung Karno ingin menggunakan obligasi ini untuk meningkatkan produktifitas koperasi di setiap desa di Indonesia dengan membentuk BNI unit I yaitu Bank Tani dan Nelayan di setiap desa hingga rakyat Indonesia bisa Revolusi untuk berdikari dalam perekonomian keluarganya tetapi sayangnya semua ini adalah isapan jempol belaka bagi dunia perbankan kita. Mereka lebih senang main "dollar" dibandingkan dengan "kristalisasi keringat" bangsa ini.

7. Inilah yang disebut sebagai Dana Revolusi, bukan untuk menjatuhkan kekuasaan tetapi mengembalikan kekuasaan dan kedaulatan di tangan rakyat bukan pula melangkahi kerajaan tetapi bersama-sama kerajaan berjuang membangun perekonomian bangsa ini melalui konsep dari Bung Hatta yang merupakan konsep Ekonomi Pancasila yaitu Koperasi.

SEJARAH SINGKAT BNI

                Sejarah berdirinya Bank BNI ini berawal dari, setelah Negara Kesatuan R.I. Diproklamirkan tanggal 17 Agustus 1945, perlu disusul dengan pembentukan aparatur yang mengaturnya. Salah satu yang perlu dibentuk yaitu sebuah Bank milik sendiri, pendirian ini sesuai dengan pasal 23 UUD 1945 dan aturan peralihan pasal 4 UUD RI. Persiapan pembentukan bank milik sendiri dimulai sejak bulan September 1945 yang diprakasai oleh RM. Margono Djojohadikusumo yang pada waktu itu menjabat sebagai ketua Dewan Pertimbangan Agung. Atas dukungan dari wakil presiden Dr. Moh. Hatta, RM Margono Djojohadikusumo diberikan surat kuasa untuk mendirikan suatu bank umum yang berfungsi sebagai bank sirkulasi, surat kuasa tersebut ditanda tangani oleh Presiden Soekarno pada tanggal16 September 1945.  Atas dasar surat kuasa tersebut RM. Margono Djojohadikusumo pada tanggal 05 juli 1946 mendirikan Bank Negara Indonesia (BNI) berdasarkan Peraturan Pemerintah pengganti Undang-Undang (UU) No.2 tahun 1946 dan dirinya sendiri menjabat sebagai Presiden Direktur BNI.
Kantor cabang yang pertama kali didirikan, yaitu di kota Garut, Jawa Barat. Daerah operasinya yaitu daerah Priangan sampai Banten. Peranan BNI cabang Garut sangat membantu perjuangan bangsa Indonesia, karena BNI sebagai pengumpul dana untuk melawan Belanda. Sebagai realisasi keputusan Konfrensi Meja Bundar (KMB) dimana posisi Pemerintah Republik Indonesia menjadi semakin lemah, pemerintah Belanda menunjuk De Javashe Bank sebagai bank sentral. Sehingga fungsi BNI dalam pemerintahan Republik Indonesia Serikat (RIS) dianggap idak ada. Dengan UU No.24 tahun 1951, De Javashe Bank dinasionalisasi dan UU No.11 tahun 1953 dirubah menjadi Bank Indonesia sebagai bank sentral.

Sampai dengan tahun 1954 kedudukan BNI masih belum jelas karena adanya perbedaan pendapat antara pemerintah RIS dan pemerintah RI, karena secara yuridis BNI merupakan bank milik pemerintah RI. Penegasan status BNI sebagai bank umum secara yuridis ditetapkan pada tanggal 04 Februari 1955, yaitu berdasarkan UU darurat No.2 tahun 1955 kemudian pada tahun 1961 UU darurat tersebut dijadikan UU. Dengan adanya UU ini tugas dan lapangan usaha BNI berubah menjadi bank umum dengan tugas-tugas antara lain: membantu memajukan rakyat dan pembangunan perekonomian nasional dalam lapangan “perdagangan pada umumnya dan perdagangan impor dan ekspor pada khususnya.”

Organisasi BNI semakin membengkak karena disamping bertambahnya kantor cabang pada tahun 1960 dari 29 cabang bertambah menjadi 274 cabang pada tahun 1965, begitu pula bertambahnya pegawai pada tahun 1960 dari 1.805 pegawai menjadi 5.879 pegawai pada tahun 1965. Pada tahun 1960 dibuka kantor cabang Tokyo dan pada tahun 1963 dibuka kantor cabang Hong Kong. Pada dekade ini BNI sudah memelopori penggunaan computer dalam industri perbankan. Pada tahun 1962 dan tahun 1963 BNI telah tercatat memelopori perdagangan uang dan modal dengan mengeluarkan obligasi BNI 1961 dan 1963.
               
                Pada tahun 1965 berdasarkan penetapan presiden No.8, No.13 dan No.17/1965/ Juncto surat Keputusan Menteri Urusan Bank Sentral No.Kep/665/UBS/65 tanggal 30 Juli 1965 diadakan pengintegrasian bank-bank pemerintah menjadi bank tunggal dengan nama Bank Negara Indonesia (BNI). Sesuai dengan UU No.17/1968, BNI statusnya kembali menjadi bank umum dan berubah dengan nama Bank Negara Indonesia 1946, dengan tugas utama pembiayaan dalam sektor industri.


Senin, 22 November 2010

Mengembalikan arah Revolusi

Revolusi bukanlah suatu "penghancuran" atau "anarkisme", bicara "Revolusi" adalah suatu usaha "manusia" atau sekelompok manusia untuk melakukan perubahan yang cepat baik fisik maupun pola pikir untuk "membangun" hidupnya ke arah yang lebih baik. Jadi segala penghancuran dan anarkisme bukanlah suatu revolusi, karena sifat revolusi adalah membangun bukan sebaliknya "menghancurkan".

Revolusi adalah sifat manusia yang dalam bahasa Jawanya Manungso "Manunggaling Roso" jadi sesungguhnya manusia bisa berevolusi jika ia dikendalikan oleh Jiwa-Nya Nur-NYA bukan dengan akal,pikiran dan hatinya, oleh karena itu maka kekuasaanNYA lah yang merevolusi pola pikir dan prilaku manusia itu.Sehingga manusia berevolusi menjadi suatu keharusan dan kehendakNya karena sesuai dengan firmanNya "Aku tidak akan merubah suatu kaum jika kaum itu tidak berusaha merubahnya".

Bicara Revolusi adalah harus komprehensif dan bertahap. Bagaimana mungkin kita Revolusi Politik jika tidak Revolusi Hukum, Revolusi Sosial dan Ekonomi jika tak dilakukan maka Revolusi Hukum tidak akan terjadi pula, Jika Revolusi Pendidikan dan Moral tidak dilakukan maka tak akan pernah ada Revolusi Sosial dan Ekonomi, dan Jika tidak "REVOLUSI POLA PIKIR" tidak akan ada terjadinya Revolusi Pendidikan dan Moral.

Pikiran kita bukanlah digunakan untuk mencapai tujuan melainkan memisahkan antara benar dan salah. Tolong kita pisahkan antara Ilmu dan Sihir, Budaya dan Prilaku Tidak Bermoral. Ilmu itu harus mengandung suatu "Kejujuran" dan wajib "di"amal"kan dengan ke"ikhlas"an untuk manfaat umat manusia tidak terkecuali dan jika mengandung suatu Ketidakjujuran, penipuan, dan kematerian yang tinggi dan untuk manfaat diri sendiri atau sekelompok orang saja maka itu adalah "Sihir". Tidak bisa pula dikatakan "Ilmu Sihir" Ilmu ya ILMU, sihir ya sihir. Begitu Pula dengan "Budaya" Jangan kita mengatakan "Budaya Korupsi" atau "Budaya Maling" Budaya adalah suatu hasil Budi dan Daya manusia yang baik, jika perilaku korup bukanlah suatu budaya karena korup maupun maling adalah Perilaku yang Tidak Bermoral.

Maka Mari kita merdekakan Pola-Pikir dan Jiwa kita, Pola-Pikir dan Jiwa yang berasal dari budaya asli bangsa. Pola-Pikir dan Jiwa PANCASILA SAKTI "Pancasila Susila Bhakti"

Sabtu, 14 Agustus 2010

EKONOMI RIIL BERBASIS DESA MENANGKAL DAMPAK NEGATIF PERSAINGAN GLOBAL

Perubahan Masyarakat Dunia Dalam Era Globalisasi

MDG’s synthesa dari SL sebagai thesa dan BC sebagai anti-thesa. Identik dengan Nilai-nilai kebangkitan Agama-Agama yang analog dengan isi dan jiwa PANCASILA (Jati diri bangsa yang sangat religius). Geopolitik dengan SDA yang berlimpah serta nilai-nilai tersebut adalah “ComparativeAdvantage” untuk mewujudkan MDG’s di tengah-tengah pertikaian Global. Lompatan langkah kongkrit yang langsung menuju perdamaian dan kesejahteraan umat manusia.

Akibat “keserakahan”, negara-negara kapitalis terkena bencana financial (imbas dari krisis likuiditas subprime loan akibat bubble ekonomi) usaha mendapatkan financial riil (jaminan emas hitam) dengan mengkolonisasi BBM-Gas di Irak dan Afghanistan ternyata gagal, jadwal tidak sesuai dengan target. Akibatnya dana-dana riil yang dihimpun dari lembaga-lembaga keuangan dunia telah hangus untuk perang yang pada akhirnya tidak mampu melunasi pada saat jatuh tempo (tidak likwid). Kewajiban tersebut diambil alih oleh pemerintah menjadi beban masyarakat dengan menambah beban anggaran belanja yang telah defisit akibat kalah dalam perang dagang dengan Negara-negara pesaing.

Program bail-out (stimulus ekonomi) untuk mengcover deficit dengan pinjaman baru, selain akan memperparah masyarakatnya juga menurunkan kredibilitas pemerintah Amerika Serikat dimata dunia. Penjualan obligasi berikut asset lainnya ke Negara-negara “Blended Collective” justru membesarkan state capitalisme seteru dunianya. Bail-out yang demikian, akan disertai dengan “perang terbatas” untuk menggerakkan industri dengan peredaran uangnya kembali. Perang tersebut merupakan strategi untuk mengeliminir terakumulasinya keuangan dunia di tangan Negara-negara “Blended Collective”.

Kemunduran Negara-negara kapitalisme adalah peluang bagi Indonesia untuk melepaskan diri dari pengaruh-pengaruh neo-liberalisme dengan menggelar usaha-usaha ekonomi riil berbasis pedesaan. Kekuatan usaha ekonomi pedesaan juga dapat menangkal dampak negatif dari curahan keuangan dari BC (Timur Tengah, China, Rusia) dalam rangka menjaga stabilitas akibat persaingan dengan Negara-negara SC. Ekonomi riil berbasis desa dibidang lingkungan hidup dalam rangka mengantisipasi Global warming dan Blue-sky, adalah merupakan unsure-unsur tuntutan era global dalam era MDG’s.

Faham liberalisme mendasarkan kepada pragmatisme materialistic. Mengacu kepada persaingan bebas dalam kehidupan materi semata-mata, dan bersifat individualitas (ketidakpedulian terhadap baik mayoritas masyarakat maupun kelestarian lingkungannya).

Telah terjadi pergeseran nilai dengan diadakannya Amandemen UUD’45 yang memasukkan faham liberalisme ke dalam staats fundamentals norm. Piagam Jakarta dan pembentukan UUD’45 serta penjelasan berikut pasal-pasalnya merupakan bagian yang tidak dapat dipisah-pisahkan (merupakan konsensus luhur faham kebangsaan dengan faham Islam), sebagai alas an/konsideran dari Dekrit 5 juli 1959 untuk kembali ke UUD’45.


Proses Pembentukan Jati Diri Bangsa Indonesia


Konsensus luhur telah terbentuk sejak abad ke IX (Zaman Kediri). Teks Keillahian “Bhineka Tunggal Ika, Tan Hana Dharma Mangriwa” (berbeda-beda itu satu dan tidak ada kebenaran yang mendua) yang tercantum dalam Kakawin Sutasoma sebagai ucapan rasa syukur atas anugerah Allah SWT terhadap alam yang subur sebagaimana firman Allah SWT dalam Al Qur’an (5:48), “ Dan kalau Allah menghendaki niscaya kamu akan dijadikannya satu umat saja, tetapi Allah hendak mengujimu tentang apa yang diberikannya kepada kamu, maka berlomba-lombalah kamu berbuat kebajikan” (Pluralistik merupakan suatu keharusan).

Konsensus luhur tersebut telah mengkristal dalam jati diri masyarakat desa yang memiliki kesatuan hukum yang religius. Paguntaka di Tana Tidung (“Rumah Kita Bersama”) manifestasi rasa syukur kepada Allah SWT. Alam dan lingkungan juga diperuntukkan bagi siapa saja pendatang. Demikian juga Siwa Lima di Maluku. Siwa adalah symbol kesembilan sifat kepemimpinan Rasulullah Mushammad SAW dan kelima rukun Islam. Menyatunya kepemimpinan dengan masyarakatnya karena Allah SWT dan segenap aturan-aturannya.

Kepentingan asing dengan faham neo-liberalisme yang didukung oleh Rulling Elite dengan etnis tertentu yang tidak berakar di Bumi Nusantara, telah mengasingkan kepentingan masyarakat grass-roots pedesaan. Kehidupan serba materialistic yang tidak seimbang berdampak pada Cultural-Shock dan luapam emosionil yang unpredictable. Mendorong perilaku instant (“jalan pintas”) untuk dapat keluar dari himpitan ekonomi. Perilaku ini sewaktu-waktu dapat diprovokasi sebagai sumber konflik bagi tujuan separatisme kepentingan asing. Dengan demikian kehadiran lembaga-lembaga adat untuk menyeimbangkan perilaku dengan nilai-nilai dirinya nerupakan suatu keharusan.

Namun mengingat bahwa perilaku diatas telah terekam di bawah sadar sebagai suatu kebenaran, maka usaha lembaga-lembaga adat setempat juga disertai dengan self learning, mutual learning, dan learning by doing. Membedah ketidaksadaran agar kenal jati diri kembali dan menciptakan sekaligus mengisi lapangan kerja dalam rangka mengatasi pengangguran dan kebuntuan di sektor ekonomi riil pedesaan akibat krisis multi dimensi dunia.

Penciptaan lapangan kerja adalah mengusahakan unit ekonomi pedesaan bekerjasama dengan swasta berdasarkan pola P4 (Private Project Partnership for People) termasuk mewajibkan perusahaan besar (Swasta/BUMN) menyelenggarakan CSR (Corporate Social Responsibility). Peserta kegiatan CSR direkrut oleh Lembaga Adat akan dididik oleh Lembaga AMT “Achievement Motivation Training” (untuk Revolusi Pola Pikir dengan merubah mind-set dan motivasi diri) yang mendapatkan latihan kedisiplinan militer, bela-diri dan pengetahuan-pengetauhan ketrampilan teknis kegiatan CSR. P4 skala global diwujudkan dalam usaha lingkungan hidup dalam rangka mengatasi Global warming dan Blue-sky.

Unit-unit ekonomi riil di pedesaan seyogyanya selain mengolah hasil alam yang sesuai dengan habitat ligkungan juga dilakukan menurut kemampuan masyarakat setempat. Untuk menciptakan produk-produk baru berikut Appropriate Tecnhnology sesuai dengan kebutuhan pasar diperlukan kegiatan penelitian dan reka bangun oleh Instansi pemerintah terkait (Balai-balai Penelitian, BPPT, LIPI, dll). Keberhasilan ekonomi pedesaan (terdiri dari sector usaha desa nelayan dan desa daratan) sangat dipengaruhi oleh keberhasilan mengisi kegiatan CSR (Corporate Soscial Responsibility) yang diwajibkan kepada perusahaan-perusahaan besar sebagai bagian dari P-4 (Public Private Partnership for People). Dukungan rulling elite untuk melegitimasi CSR dalam usaha penciptaan lapangan kerja dampak dari bencana financial di dunia sangat diperlukan. Alokasi SDA dan SDM (resource) lebih ditujukan kedesa-desa tertinggal dan di perbatasan Kalimantan Timur / Indonesia bagian Timur yang rawan konflik, dengan memperhatikan dalam sejarah wilayah tersebut telah berkembang sebagai pusat budaya.

Keberhasilan mewujudkan ekonomi riil dipedesaan dengan sendirinya akan memotivasi masyarakat desa (mayoritas penduduk Indonesia) secara sukarela melaksanakan doktrin HANKAMRATA.Seharusnya Pemekaran daerah ( OTDA ) tidak berkembang ke arah pembentukan Negara-negara federal melainkan justru mengkukuhkan NKRI bila didasari pada nilai-nilai budaya luhur dan Doktrin HANKAMRATA. Bahwa Kekuatan ekonomi riil di pedesaan sesungguhnya dapat menepis apapun bentukpengaruh penetrasi asing yang negative.

Sektor ekonomi pedesaan (desa nelayan atau desa Agraris) sangat berperan dalam ekonomi riil sekaligus melindungi alam dari kerusakan.Turunnya kredibilitas Negara-negara kapitalisme adalah peluang bagi kebangkitan negara-negara berkembang khususnya Indonesia dari jeratan kolonialisasi liberalisme. Perusahaan swasta besar / asing diwajibkan melaksanakan CSR (Corporation Social Responsibility) dalam pola P4 (Public Private Partnership for People). Dengan menyisihkan sebagian pendapatannya untuk partisipasi masyarakat grass-roots pedesaan dalam kegiatan pendidikan, rehabilitasi alam lingkungan, kesehatan, penciptaan lapangan kerja dibidang yang terkait dengan kegiatan perusahaan besar termaksud.

By : RSS

TRI SANDI GADJAH KENTJANA

1. Kehormatan itu Suci

Janganlah kurang akalmu dalam menghadapi kesukaran.
Tenangkan dirimu dalam menghadapi Mara Bahaya.
Katakan benar yang sebenarnya.
Katakan salah yang sebenarnya.
Manusia adalah Sempurna.
Kaya dan miskin adalah ukuran Lahir.
Kita menghargai orang lain dengan ukuran Bathin.
Karena itu janganlah mengejek,menghina dan mencacati yang dapat melukai hati.
Tampakanlah kemuliaanmu.
Janganlah mencerminkan isi hatimu yang kusut di mukamu.
Berkatalah,berpikirlah dan bertindak dengan jernih.
Itulah kehormatan GADJAH KENTJANA.

2. Ksatria Teguh Berkepribadian

Gadjah Kentjana adalah Patriot Paripurna.
Manusia sejati berkepribadian tinggi.
Hidup ini harus berguna bagi : Keluarga,Bangsa,Negara serta Tanah Air.
Setia itu harus,Jujur itu wajib,Sopan santun dalam bertindak,Ramah dalam pergaulan,Menolong tanpa sombong diri,Sayang terhadap sesama.
Bertanggungjawab terhadap tugas dan kewajiban.
Tersenyum manis dalam waktu duka,selalu tenang dalam waktu suka.
Hemat dalam bicara,Tenaga,Harta benda.
Berjasa tanpa minta.

3. Gadjah Kentjana Bersatu dan Bekerja

Gadjah Kentjana Ksatria Teguh Berkepribadian,
Disiplin,Berkemampuan menyatu.
Langkah-langkahnya takkan menyimpang dari pagar kehidupan.
Budi-lah yang menjadikan penilaian para Ksatria.
Taqwa senantiasa takkan dilupakan.
PANTJA SILA DHARMA selalu menjiwainya dalam kebersahajaan,kesusilaan,kecermatan adalah menjadi sifat utamanya.
Watak ksatria, Disiplin,Pantang mundur,Pantang putus asa menjadi ciri khasnya.
Hidup terhormat lebih utama dari hidup hianat.

Selasa, 01 September 2009

GERAKAN PANCASILA SAKTI



Keterangan Gambar :

1. DIVISI PUTIH : Gerakan di Bidang Kesehatan, farmasi, penyembuhan alternative, obat kesehatan,dsb. (Ahli-ahli Kedokteran, Pengobatan Alternatif, sebagai Enterpreneur dalam bidang Kesehatan)
a. Development & Research Div : Melakukan pengembangan dan penelitian tentang Ilmu kedokteran dan kesehatan.
b. Monitory Div : Mengatur peredaran ekonomi keuangan divisi putih.
c. Relationship Div : Menjalin hubungan antar Lembaga swasta maupun pemerintah dan nasional maupun intenasional
d. Social Div : Melakukan pendekatan sosial dan pendidikan sosial masyarakat sampai ke akar rumput.
e. Technical & Defense Div : melakukan gerakan secara nyata bersama-sama / menyatu dengan masyarakat dan bersama-sama dalam mempertahankannya.

2. DIVISI MERAH : Gerakan di Bidang Pembentukan karakter Budaya dan Kesenian Nasional dan dalam penegakan hukum berdasarkan nilai-nilai budaya hukum lokal. (Ahli-ahli kesenian, hukum, psikologi, budayawan, sejarahwan, seniman dan Instruktur dan guru Enterpreneur Pendidikan dan pelatihan Demokrasi “Pembentukan Karakter Bangsa dan Negara”)
a. Development & Research Div : Melakukan pengembangan dan penelitian tentang budaya local, seni dan penelitian sejarah.
b. Monitory Div : Mengatur peredaran ekonomi keuangan divisi merah.
c. Relationship Div : Menjalin hubungan antar Lembaga swasta maupun pemerintah dan nasional maupun intenasional
d. Social Div : Melakukan pendekatan sosial dan pendidikan sosial masyarakat sampai ke akar rumput.
e. Technical & Defense Div : melakukan gerakan secara nyata bersama-sama / menyatu dengan masyarakat dan bersama-sama dalam mempertahankannya.

3. DIVISI KUNING : Gerakan di Bidang Pembangunan Sosial dan Ekonomi untuk kesejahteraan sosial berdasarkan amanat UUD’45 dan Pancasila. (Ahli-ahli perekonomian, koperasi, dan perbankan sebagai konseptor ekonomi sosial dan juga ahli-ahli arsitek pembangunan dan ahli-ahli kontraktor)
a. Development & Research Div : Melakukan pengembangan dan penelitian tentang siklus ekonomi dalam kaitan kesejahteraan sosial.
b. Monitory Div : Mengatur peredaran ekonomi keuangan divisi kuning.
c. Relationship Div : Menjalin hubungan antar Lembaga swasta maupun pemerintah dan nasional maupun intenasional
d. Social Div : Melakukan pendekatan sosial dan pendidikan sosial masyarakat sampai ke akar rumput.
e. Technical & Defense Div : melakukan gerakan secara nyata bersama-sama / menyatu dengan masyarakat dan bersama-sama dalam mempertahankannya.

4. DIVISI HIJAU : Gerakan di Bidang Pertahanan Agraris berdasarkan nilai-nilai budaya lokal. (Ahli-ahli pertanian, perkebunan,
peternakan, kehuatanan, dan petanahan sebagai konseptor dalam penjagaan dan pelesatarian SDA wilayah Agraria di NKRI)
a. Development & Research Div : Melakukan pengembangan dan penelitian tentang agraria sejarah.
b. Monitory Div : Mengatur peredaran ekonomi keuangan divisi hijau.
c. Relationship Div : Menjalin hubungan antar Lembaga swasta maupun pemerintah dan nasional maupun intenasional
d. Social Div : Melakukan pendekatan sosial dan pendidikan sosial masyarakat sampai ke akar rumput.
e. Technical & Defense Div : melakukan gerakan secara nyata bersama-sama / menyatu dengan masyarakat dan bersama-sama dalam mempertahankannya.

5. DIVISI BIRU : Gerakan di Bidang Pertahanan maritim berdasarkan nilai-nilai budaya lokal. (Ahli-ahli kelautan, pertahanan kelautan,
dan perikanan sebagai Enterpreneur
dalam penjagaan dan pelesatarian SDA wilayah kelautan di NKRI)
a. Development & Research Div : Melakukan pengembangan dan penelitian tentang maritim/kelautan.
b. Monitory Div : Mengatur peredaran ekonomi keuangan divisi biru.
c. Relationship Div : Menjalin hubungan antar Lembaga swasta maupun pemerintah dan nasional maupun intenasional
d. Social Div : Melakukan pendekatan sosial dan pendidikan sosial masyarakat sampai ke akar rumput.
e. Technical & Defense Div : melakukan gerakan secara nyata bersama-sama / menyatu dengan masyarakat dan bersama-sama dalam mempertahankannya.

REVOLUSI BUMI SOS

BUDAYA

Budaya asli suatu bangsa adalah suatu budaya yang terbentuk oleh jalannya sejarah dari keadaan sosial masyarakat, cara hidup untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, perkembangan pola-pikir dan siklus alam bangsa itu sendiri. Maka dari itu budaya dan sejarah bangsa adalah satu kesatuan yang membentuk dan membuat perubahan-perubahan dalam masyarakat berbangsa dan bernegara. Seiring dengan jalannya sejarah bangsa Indonesia budaya dibagi menjadi tiga bagian yang disebut sebagai Budaya Sosial, Budaya Ekonomi, dan Budaya Seni. Ketiganya tersebut adalah dari satu kesatuan budaya yang satu sama lainnya tak dapat dipisahkan dan saling berkesinambungan.

Menurut perkembangan proses paradigma berpikir sesuai cara hidup dan siklus alamnya Budaya Sosial, Budaya Ekonomi dan Budaya seni bangsa ini dipengaruhi oleh 3 (tiga) hubungan yang baik, “silaturahmi” yang baik yaitu :
1. Hubungan antara manusia dengan Tuhan
2. Hubungan antara manusia dengan manusia
3. Hubungan antara manusia dengan Alam atau Lingkungannya
Ketiga hubungan tersebutlah yang membuat perubahan-perubahan sejarah yang paling signifikan membentuk sebuah mental karakter dan pola-pikir budaya bangsa apapun dan terlebih-lebih lagi bangsa ini dimana yang sangat dekat dengan alam yang “Gemah Ripah Loh Jinawi” itu sendiri.

Cara berpikir kita bukanlah seperti orang barat yaitu menekankan pada daya kognitifnya semata-mata melainkan paradigma berpikir yang menyatu dengan rasa dalam rasa kesadaran akan 3 (Tiga) sialturahmi tersebut diatas, yang diejawantahkan sebagai “Karsa” diri dalam pengabdian dalam saling menjaga hubungan baik itu, maka kemudian berkembang untuk bisa men”Cipta”kan sesuatu yang bermanfaat untuk mengembangkan kehidupannya, sehingga menjadi “Karya” baktinya yang bukan hanya sekedar mendapatkan materi saja melainkan sebuah pengabdian kepada diri dan masyarakatnya terlebih lagi pada Negaranya.

Zaman sekarang ini bangsa kita secara nasional mengalami degradasi moral yang signifikan, itu disebabkan oleh “pemerkosaan” terhadap system pendidikan dan pelatihan kerja bangsa kita, pemikiran-pemikiran kognitif barat diterapkan ke dalam system pendidikan dan pelatihan kerja tanpa adanya penyaringan-penyaringan budaya pola-pikir sehingga merusak tatanan budaya yang selama ini tertanam dengan subur di dalam hati sanubari bangsa ini. Paradigma berpikir kognitif barat menyebabkan perilaku yang “simplisistik instant” sehingga aspek-aspek dalam menjaga hubungan “silaturahmi” antara manusia dengan Tuhan Yang Maha Esa, antara manusia dengan manusia, dan antara manusia dengan alam menjadi “rusak”. Karena perilaku tersebut maka telah dikesampingkan kedudukan etiga hubungan yang baik itu dan kemudian hanyalah mengedepankan sisi jabatan, materi atau untung ruginya (ukuran lahir) saja, sehingga hubungan yang seharusnya berdasarkan kepada pengabdian dengan rasa cinta,kasih sayang, rasa persaudaraan, dan rasa perikemanusiaan (ukuran batin) kini telah dikalahkan oleh kepentingan jabatan,materi dan untung rugi belaka (ukuran lahir). Oleh karena perilaku yang simplisistik instan inilah yang melahirkan perilaku korupsi yang sangat menghancurkan bangsa ini!

CAKRA “Cipta,Karsa,Rasa” Inilah seharusnya yang menjadi sebuah “Cara” atau “Metodologi” Pendidikan dan Pelatihan dalam bangsa ini dalam mengatasi degradasi moral sekarang ini, karena metodologi “CAKRA” adalah benar-benar dari proses pelatihan berdasarkan sejarah perjalanan budaya lokal yang asli dalam bangsa ini. Dan Pelatihan Pembentukan Karakter Nasional Bangsa harus dilakukan secara integral yang didukung oleh media-media nasional yang ada secara menyeluruh karena pada masa-masa ini arus perkembangan tekhnologi semakin maju sehingga jika tidak dilakukan secara integral bersama-sama media akan mustahil bangsa ini dapat mencapai kesadaran nasionalisme itu.

EKONOMI

Saat ini dunia sedang krisis “3F” Food, Fuel, Financial, ini menjadi peluang usaha nasional untuk bangsa ini. Karena kekayaan alam kita yang berlimpah ruah maka dunia akan melirik Indonesia. Dalam hal ini kita harus membuat suatu kondisi nasional yang benar-benar baik dan terkontrol sehingga kita bisa bernegosiasi dengan pihak asing tidak dibawah tekanan pihak asing itu melainkan sejajar dengan mereka. Semua ini bisa terjadi jika tiap-tiap orang di Negara ini mempunyai kesadaran nasionalisme yang tinggi sebagai wujud cinta tanah airnya.. Sedangkan untuk konsepsi Ekonomi kita memilki konsepsi dari The Founding Fathers bangsa kita yaitu “Ekonomi Pancasila”.

Ekonomi Pancasila adalah suatu konsep ekonomi yang benar-benar bisa diterapkan di bangsa ini sepanjang persatuan dan kesatuan atas dasar “Gotong-Royong” yang ber-bhineka tunggal ika ini terus terjaga dengan baik Jala Sutra-nya “jaringan tali-tali silaturahmi”. Dimana-mana dalam suatu Negara jika ia mempunyai system ketenagakerjaan yang akurat dan pendidikan dan pelatihan kerja yang berkembang secara mutakhir, maka bisa dipastikan Negara tersebut akan meningkat perekonomiannya dan dengan sendirinya meningkat pula pendapatan perkapita penduduknya maka dapat dikatakan Negara itu adalah Negara yang makmur. Untuk menerapkan Ekonomi Pancasila dalam Negara ini maka pemerintah harus mengorganisir para ahli-ahli profesi semua bidang dalam suatu badan hukum yang disebut “Jala Sutra” untuk menjaring potensi-potensi ahli untuk direkrut dan diberikan pendidikan dan pelatihan kerja sesuai keahliannya agar siap ditempatkan untuk bekerja sesuai dengan bidang keahlian dan bakatnya baik didalam negeri maupun diluar negeri.

Jala Sutra adalah sebuah wadah untuk system penempatan tepadu TKI (Tenaga Kerja Indonesia) dengan konsep “3 in 1” yaitu Perekrutan, Pendidikan dan Pelatihan Kerja, serta Penempatan bagi calon TKI dalam satu system yang akurat dan melibatkan semua pihak yang terkait dalam system ini. TKI akan direkrut melalui Bursa-bursa kerja didaerah-daerah kemudian Profesi-profesi yang telah ada dididik dan dilatih di balai-balai latihan kerja daerah baik milik pemerintah maupun swasta untuk mengikuti sebuah program pembentukan karakter nasional berbangsa dan bernegara dengan meningkatkan disiplin kerja dan disiplin ilmu dengan menggunakan “Revolusi Pola-Pikir” yaitu sebuah penggalian kembali alam bawah sadar untuk kembali ke jati diri bangsa ini melalui metode “CAKRA” sehingga apapun profesi akan membentuk sebuah mental yang kuat dan penuh pengabdian dan mempunyai suatu karakter mental yang tangguh dan percaya diri dalam membangun fondasi sosial ekonominya. Dan setiap Ahli-ahli profesi dikoordinasikan secara akurat dalam satu wadah besar ini “Jala Sutra” agar profesi dari macam-macam bidang yang ada (misalnya : ahli-ahli Pertanian, ahli-ahli kelautan, ahli-ahli pertambangan, ahli-ahli kedokteran) bisa lebih dikembangkan mengikuti tekhnologi-tekhnologi yang terbaru. Mereka juga harus disinergikan dengan mahasiswa-mahasiswi yang sedang menimba ilmu untuk terlibat dalam penelitian-penelitian di berbagai bidang maka dengan itu pemuda-pemudi bangsa ini bisa terlibat dengan aktif di daerah-daerah pedesaan untuk melakukan penelitian sekaligus mengembangkan potensi SDM dan SDA di daerah pedesaan khususnya di pedesaan-pedesaan yang tertinggal.

Pemerintah harus lebih berperan aktif dalam menyuburkan Ekonomi Pancasila ini dengan memberikan pelayanan yang terbaik, cepat, fleksibel dan yang lebih terpenting adalah pemberantasan Korupsi di pejabat-pejabat pemerintahan baik pusat maupun di daerah. Jika semua itu terlaksana maka pelaku usaha bersama-sama pemerintah bisa memicu pertumbuhan ekonomi agar bisa meningkat dan dengan sendirinya meningkat pula lapangan kerja supaya mereka ditempatkan mengembangkan potensi atau bakatnya tersebut dengan menempatkan mereka bekerja sesuai profesinya di dalam negeri maupun luar negeri Selain itu pemerintah harus menyediakan fasilitas kredit baik makro maupun mikro bagi mereka yang memiliki keahlian, kemampuan dan yang paling terpenting adalah kemauan untuk BERDIKARI “Berdiri di Atas Kaki Sendiri” dalam membangun fondasi sosial ekonomi keluarga dan masyarakat sekitarnya.

Bicara kredit makro dan mikro adalah bicara tentang konsep ekonomi secara keseluruhan. Keseimbangan dalam pemberian kredit makro dan mikro harus seimbang pemberian kreditnya karena inti dari Ekonomi Pancasila adalah keseimbangan dalam ekonomi. Keseimbangan itu bisa terjaga selama pelaku-pelaku usaha baik dari konglomerat sampai karyawan yang sekecil-kecilnya bisa menjaga silaturahmi yang baik dengan tidak memakai ukuran lahirnya saja (jabatan, materi, dan untung rugi) melainkan harus memprioritaskan ukuran batin (cinta, kasih saying, rasa persaudaraan, rasa perikemanusiaan), karena hanya dengan itulah “Gotong-Royong” bisa tetap terjaga. Dalam pegimplementasian hal itu perusahaan-perusahaan bisa bergotong-royong dan menjalin kemitraan yang tidak hanya untuk usaha bersama namun juga dengan peningkatan mutu Sumber Daya Manusia dengan koperasi-koperasi rakyat di desa untuk bersama-sama mengembangkan fondasi sosial ekonomi yang merata.

SOSIAL

Negara Indonesia adalah suatu Negara yang paling Heterogen di dunia, baik secara budaya, bahasa, kesenian, suku, agama dan aliran kepercayaan lainnya. Pancasila dengan filsafat Bhineka Tunggal Ika bukan sekedar lambang Negara yang diapakai kop-kop surat pemerintahan dan tambahan logo-logo di mobil-mobil mewah belaka yang justru telah lambang itu telah dikotori oleh segelintir pejabat korup Negara ini tanpa mengindahkan nilai-nilai filosofis budaya itu sendiri sehingga pejabat yang harusnya sebuah siloka dari “PEJuang ABdi rakyAT” telah bermetamorfosis menjadi “PEnJahAt bermartaBAT” oleh karena terlena oleh nafsu kerakusaanya akan jabatan dan materi belaka. Oleh karena itu Pancasila kini telah terkubur kembali dalam setiap aspek kehidupan sosial masyarakat Indonesia.

Dan untuk itu perlu disosialisasikan lagi nilai-nilai budaya moral Pancasila dalam bentuk “Program Pelatihan Pembentukan Karakter Nasional Bangsa dan Negara” kepada seluruh elemen bangsa ini terlebih lagi kaum muda agar menyadari Pancasila bukanlah sebagai alat Politik untuk penguasa yang seperti isu-isu yang sudah ditanamkan kepada mahasiswa kita, mereka harus menyadari bahwa Pancasila adalah suatu ajaran-ajaran pedoman untuk hidup berbangsa dan bernegara, bahwa bangsa Indonesia dengan Pancasilanya ini sudah terbiasa sejak zaman dahulu kala oleh keragaman-keragaman budaya, etnis, agama dan aliran kepercayaan lainnya yang cinta damai satu sama lainnya, bangsa asinglah yang selalu mengadu domba bangsa ini jika dilihat dari sejarah bangsa ini. Bangsa kita sesungguhnya bisa hidup damai satu sama lainnya karena bagi bangsa ini ada sebuah filosofi bahwa bangsa yang mulia adalah suatu bangsa yang saling menghargai, saling mencintai, dan saling memuliakan bangsa lainnya. Sebab ini kita adalah bangsa yang besar, kita harus berbangga karena hal ini, karena tidak ada satupun Negara yang membawa konsepsi dan ajaran seperti Pancasila yang digali dari sejarah dan budaya bangsa ini, jika dunia memakai konsepsi Pancasila yang digali oleh The Founding Fathers berdasarkan sejarah dan budaya bangsai ini, kelak bisa dipastikan bahwa dunia ini akan penuh dengan kedamaian.

Maka dari itu sebagai pemuda-pemudi Indonesia janganlah kita meniru-niru budaya dari bangsa lain, karena kita sudah mempunyai suatu ajaran yang berasal dari perjalanan sejarah dan budaya para leluhur kita. Dulu ketika bangsa ini telah tercerai-berai oleh karena taktik “Devide et Impera” yang disebut sebagai adu dombanya bangsa penjajah, ada segelintir pemuda yang bersatu dan mempunyai tekad untuk lepas dari cengkraman pihak asing. Dan dari segelintir pemuda yang menyadari itu pada akhirnya menyadarkan dan menyatukan pemuda lainnya di seluruh wilayah Nusantara ini. Dan kemudian saat penjajahan Jepang seorang pemuda merenungkan dengan menggali perjalanan sejarah dan budaya bangsa kita, dan keesokan harinya ia mempersembahkan “hasil galiannya” yaitu lima mutiara bangsa ini untuk bangsa ini yang kita kenal sebagai Pidato Lahirnya Pancasila oleh Bung Karno. Kemudian Bung Karno diculik dan dibawa ke Rengas Dengklok untuk secepatnya memerdekakan bangsa ini oleh pemuda yang tak sabar ingin memerdekakan bangsanya yang telah terjajah. Kemudian Indonesia Merdeka dengan diadakannya Proklamasi oleh Sang Proklamator yaitu Soekarno-Hatta.

Sang Proklamator hanya mengantarkan bangsa kita ke gerbang pintu kemerdekaan, Bung Karno pernah mengingatkan kepada kita “Janganlah engkau merasa berjasa dulu, selama masih ada isak tangis digubug-gubug pekerjaan kita belumlah selesai!” dan beliau juga pernah berkata “Revolusi Nasional kita memeang belum selesai. Semoga tidak seorangpun dari Bangsa Indonesia melupakan hal ini!” untuk itu melanjutkan jalannya Revolusi yang Romatik, Dinamis, dan Dialektik yang penuh cinta damai maka perlu membangun suatu karakter yang positif dalam menjalani kehidupan sosial berbangsa ini, maka diperlukan langkah-langkah sosialisasi dan upaya pendidikan yang besar dan berkesinambungan dengan suatu gerakan ekonomi kerakyatan dengan memanfaatkan dan melestarikan Sumber Daya Alamnya masing-masing yang sebenarnya merupakan tanggung jawab semua pihak, mulai dari individu, keluarga, koperasi, pengusaha, pekerja, sekolah, balai latihan kerja, juga masyarakat dan negara.Penyebab keterpurukan bangsa kita saat ini adalah karena krisis moral dan perilaku kita sendiri.

Semua itu adalah pola-pikir yang telah terbentuk dari virus-virus yang merusak pola pikir kita. Sehingga Vaksin bagi kerusakan karakter bangsa kita berada pada diri kita sendiri sebagai manusia Indonesia seutuhnya yang seyogyanya siap memajukan bangsanya. Kasus-kasus seperti perselisihan dan perpecahan antar kelompok, korupsi, buruknya pelayanan kepada publik, pengabaian pada kepentingan bangsa, konflik-konflik yang terjadi di beberapa daerah di Indonesia adalah contoh nyata krisis moral sebagian bangsa kita yang sedang sakit saat ini. Maka kita harus membentuk sebuah kepemimpinan yang menyadarkan bahwa tiap-tiap orang adalah pemimpin bagi dirinya sendiri sehingga bangsa ini akan terdiri dari ratusan juta pemimpin yang insan kamil. Untuk membentuk Satria-satria piningit yang berjiwa kepemimpinan itu maka diperlukan sebuah Revolusi Pola Pikir, suatu revolusi yang membuat suatu kesadaran dimana musuh dalam tiap-tiap manusia adalah Hawa Nafsu dalam dirinya yang menguasai dirinya maka sangat diharapkan dengan Program Pelatihan Terpadu ini, bangsa kita akan sadar dengan jati dirinya bahwa semua tindak tanduk dalam hidupnya adalah sebuah moral pengabdian seutuhnya kepada masyarakat lingkungan sekitar, Negara sebagai bentuk pengejawantahan pengabdian kepada Tuhan Yang Maha Esa. Sehingga akan wujud suatu masyarakat yang berdasarkan Pancasila dan bercorak “NASASOS” Nasionalis (Cinta kepada Ibu Pertiwi), Agamis (Cinta kepada Sejatinya diri), dan Sosialis (Cinta kepada alam dan isinya).

Kamis, 05 Maret 2009

Revolusi Pola Pikir

Seiring jalannya sejarah bangsa in The Founding Father kita Bung Karno pernah mengatakan “Revolusimu belum selesai!”, maka dari itu mendesaklah dalam waktu sekarang ini untuk membentuk dan menggali kembali pola-pikir yang sudah terkontaminasi virus-virus yang merusak dan mengubur kembali Panca Sila sebagai budaya lokal "gotong-royong" dan nilai-nilai The Founding Fathers sebagai jati diri bangsa ini. Membangun karakter kehidupan berbangsa yang lebih baik harus dimulai dari pola pikir, terutama dalam menumbuh kembangkan nilai-nilai luhur kemanusiaan termasuk kesadaran terhadap arti penting pembangunan watak karakter moral bangsa dalam kehidupan berbangsa dan bernegara dalam seluruh aspek wawasan nusantara "IPOLEKSOSBUDHANKAM" demi tercapainya kesejahteraan dan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Adapun Virus-virus yang menyerang dari pemikiran yang merusak moral-moral dan sendi-sendi Panca Sila itu adalah :

1. "Virus fundamentalis agamis" dimana masing-masing agama menunggalkan kebenarannya masing-masing dan cenderung mengarah ke fanatisme agama yang justru saling bermusuh-musuhan bukannya membuat perdamaian di bangsa yang paling heterogen ini.
2. "Virus Kelirumologi" yaitu sebuah virus yang sering membuat salah kaprah dalam memahami gejala-gejala sosial dalam masyarakat seperti sikap yang suka bergunjing dan bergosip dianggap kebiasaan, hedonisme yang merupakan dasar alasan koruptor menjadi sebuah keharusan oleh karena tuntutan pergaulan dengan materi dan jabatan sebagai tolak ukur dalam bermasyarakat.
3. "Virus Neo-Imperialisme" yaitu virus yang membuat bangsa ini merasa “bangsa kambing” dan merasa Inlander terhadap bangsa lain. Tetapi ingatlah kata Bung Karno “siapa yang bisa merantai suatu bangsa, kalau semangatnya tak mau dirantai? siapa yang bisa membinasakan suatu bangsa kalau semangatnya tidak mau dibinasakan?”, dan juga kata Bung Hatta “ Lebih suka kami melihat Indonesia tenggelam kedasar lautan, daripada melihatnya sebagai embel-embel abadi pada Negara asing” Begitulah pesan-pesan untuk menginsyafi nasionalisme oleh Bung Karno dan Bung Hatta sebagai The Founding Fathers bangsa ini.
4. "Virus Individualisme" yang menggerus rasa perikemanusiaan yang melupakan bahwa kita adalah makhluk sosial sehingga justru membentuk perilaku manusia yang acuh tak acuh dan sangat mementingkan dirinya sendiri sehingga tidak bisa lagi merasakan penderitaan saudara sebangsa dan setanah airnya yang menderita akibat kemiskinan,
5. "Virus Pragmatisme" dimana virus ini akhirnya akan menunggalkan kebenarannya masing-masing akibat pragmatisme berpikir ini menimbulkan kebenaran yang satu tidak menghargai kebenaran yang lainnya dan sering kali kekecewaan atas kebenarannya yang tidak diterima justru menimbulkan kerusuhan yang membuat perpecahan, pertengkaran yang memakai topeng suku-suku,agama-agama yang sangat meresahkan masyarakat.

Inilah virus-virus yang timbul dari pola pikir yang diracuni dari dalam maupun luar diri kita sebagai bangsa yang berpedoman kepada Panca Sila ini sehingga kini telah hilang kepercayaan dirinya oleh karena pola pikirnya sendiri yang justu membelenggu kemerdekaan berpikirnya. Inilah Revolusi terberat yang harus dihadapi sebuah bangsa apapun. Dan bangsa apapun itu akan diambang kehancuran karena melupakan dua hal yang sangat mendasar dalam pola-pikir yaitu budaya dan sejarah bangsanya. Inilah Revolusi Pola Pikir dimana yang menjadi musuh terbesar kita adalah hawa nafsu dalam diri kita sendiri degan berbagai macam kepentingan hawa nafsunya. Revolusi Pola Pikir adalah Proses pembedahan alam bawah sadar pola pikir untuk kembali pada jati diri sehingga membentuk suatu karakter bangsa yang sesuai dengan jiwa dan semangat Panca Sila, Nilai-nilai budaya luhur dan The Founding Fathers bangsa ini untuk kesejahteraan dan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Maka Revolusi ini diperlukan karena telah bergesernya tatanan serta nilai-nilai budaya luhur masyarakat di masa-masa kemerdekaan dahulu dengan tatanan yang ada dalam masyarakat saat ini. Suatu Revolusi “dimasa kebangunan ini, maka sebenarnya tiap-tiap orang harus menjadi pemimpin, menjadi guru.” (Di Bawah Bendera Revolusi jilid I – Ir. Soekarno)

Mari kita bersama-sama dan bersatu padu seluruh elemen bangsa ini untuk "Revolusi Pola Pikir" dimana yang menjadi musuh terbesar bagi manusia adalah hawa nafsu dalam dirinya sendiri.

"5 Virus yang merusak sendi-sendi Panca Sila" Virus ke-V Pragmatis

Virus ke-V Pragmatis

Ketika kita berpegang teguh kepada sesuatu apapun itu yang kita anggap benar pada saat itulah saat yang tepat virus ini bekerja, ia akan membentuk suatu keadaan fanatisme yang berlebihan sehingga menunggalkan kebenarannya itu sendiri tanpa menghargai kebenaran yang lainnya. Dan pada saat manusia menunggalkan kebenarannya sendiri itu hanyalah sebuah kebohongan besar. Inilah suatu keadaan dimana pikiran yang tadinya merdeka menjadi budak-budak pragmatisme berpikirnya sendiri, yang akhirnya menutup pintu keilmuannya untuk hidup dalam kehidupannya. Saat inilah pikiran menjadi tidak merdeka dalam menimba ilmu karena ia sulit menerima kebenaran orang lain padahal kebenaran itu tidaklah tunggal dimata manusia. Dasar penyataan itu adalah perkataan dari Nabi Muhammad SAW yang mengatakan “bisa jadi apa yang kamu cintai adalah yang kamu benci dan bisa jadi apa yang kamu benci adalah yang kamu cintai” disinilah seorang Nabi menekankan pada umatnya jika kebenaran itu tidak tunggal dalam kacamatanya seorang manusia karena pemikiran akan berkembang seiring jalannya sejarah yang membentuk suatu masyarakat. Dengan berkembangnya masyarakat maka berkembang pulalah pemikirannya menurut semakin Heterogennya masyarakat yang terbentuk.

Bangsa Indonesia adalah bangsa yang paling Heterogen di dunia, apa jadinya kalau karakteristik bangsa ini dipenuhi manusia-manusia yang berpikiran pragmatis? Terjadilah seperti keadaan sekarang ini dimana terjadi pertengkaran antar suku, ras, agama, partai dan golongan. Jika dahulu kala bangsa ini bisa bersatu itu adalah karena bangsa ini masih mempunyai jati diri sehingga tidak terpengaruh virus-virus pragmatis yang masuk dari luar. Tetapi keadaan sekarang sangatlah mudah membuat suatu perpecahan di negeri ini, sangatlah mudah pemikiran anak bangsa diputarbalikkan lalu dibenturkannya kepada anak bangsa lainnya. Inilah keadaan dimana virus Pragmatis telah menguasai pikiran pemuda-pemudi bangsa ini sehingga pemikiran yang dulunya merdeka kini telah hilang bahkan telah mengubur kembali jati dirinya sebagai bangsa yang bermartabat, telah mengubur kembali nilai-nilai nenek moyang dan The Founding Fathers bangsa ini sebagaimana yang terumus dalam sebuah falsafah hidup bangsa yaitu “Panca Sila”. Dahulu kala bangsa ini mempunyai jati diri yang berbudi luhur dari budaya turun-temurun para leluhurnya. Budaya-budaya seperti “Gotong-Royong dan Gugur Gunung”, yaitu bersatu untuk mengerjakan sesuatu yang baik secara bersama-sama dan untuk kepentingan dan kemaslahatan bersama. Ada pula istilah “Manyama Braya” yang merupakan budaya Bali asli yang dalam bahasa Indonesia diartikan sebagai “Saudara lain Agama”, walaupun beda agama tidak di cap buruk seperti “Kafir atau Domba Tersesat!” tetapi saling menghargai keyakinan masing-masing, saling toleransi, dan saling mencintai satu sama lainnya. Adapun Budaya Kalimantan “Paguntaka” yang berarti “Rumah kita bersama” dimana tamu asing yang datang dianggap bagian dari keluarga tanpa pandang bulu dan dilayani seperti layaknya orang yang mempunyai hubungan persaudaraan yang erat baginya. Dan banyak lagi budaya-budaya asli bangsa Indonesia yang lainnya adalah sebagai obat hati dari bangsa yang beradab dan bermartabat ini untuk kondisi bangsa sekarang yang sedang sakit akibat krisis moral ini. Suatu bangsa apapun akan mengalami suatu krisis moral jika suatu bangsa itu melupakan dua hal yaitu Budaya dan Sejarah bangsanya sendiri.


Virus pragmatislah yang membuat bangsa ini sangat mudah dipecah-belahkan untuk diadu-domba dan dibenturkan sesama saudara sebangsanya sendiri seperti yang telah terjadi pertentangan antara Soekarnois dan Soehartois, seolah-olah diisukan dan dikupas keburukan dan kelemahan dua tokoh Bangsa itu sehingga bangsa ini lupa dengan jasa-jasanya dan hanya menyimpan dendam yang sia-sia terhadap dua tokoh tersebut. Seharusnya bangsa ini menghargai jasa-jasa beliau dan menjadikan contoh yang baik bagi generasi penerus yaitu anak cucu kita agar mereka tidak tersesat seperti kita karena suatu bangsa yang besar adalah bangsa yang menghargai jasa para pahlawannya serta menjadikan contoh perilaku yang baik dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Ada juga Kristenisasi dan Islamisasi, sesama umat Islam, sesama umat Kristen bahkan antara Islam dan Panca Sila, seolah-olah bangsa ini selalu bertentangan dalam masalah agama karena sesama umat beragama saling menunggalkan kebenarannya tanpa menghargai kebenaran orang lain, padahal dalam ajaran Islam ada ayat yang menyebutkan “Lakum dinukum waliadin” yang artinya untukmu agamamu, untukku agamaku, disini Islam justru menekankan untuk menghargai keyakinan umat lainnya. Dan seseungguhnya Islam tidak pernah membatasi umatnya untuk berpikir malahan di Al-qur’an terdapat banyak kata-kata yang menyuruh umat Islam untuk berpikir seperti “wahai kaum muslimin tidakkah kamu berfikir, bagi kaum yang berfikir, wahai orang yang berfikir” bahkan Allah SWT akan meninggikan derajat orang yang berilmu tentunya dengan berfikir. Jadi Islam dan Agama lainnya tidak membatasi umatnya untuk berpikir yang dibatasi adalah perilaku umatnya agar tidak merugikan dirinya dan orang lain disekitarnya.

Bangsa ini telah lupa dengan jati dirinya sebagai bangsa yang beradab dan bermartabat oleh karena perbedaanlah yang justru menyatukan bangsa ini dimana nilai-nilai luhur bangsa ini menganggap perbedaan itu adalah suatu anugerah Illahi seperti pelangi bersatunya warna pelangi yang terlihat begitu indah menghiasi ruang langit luas. Ketika dulu itu pola-pikir bangsa kita sangatlah merdeka, sangat menghargai perbedaan pendapat orang lain, sangat menghargai kebenaran orang lain. Itulah nilai-nilai yang terdapat dalam Musyawarah untuk mufakat dengan memakai azas kekeluargaan sebagai budaya asli bangsa ini. Namun hari ini bangsa ini telah lupa akan budayanya itu, pikirannya kini telah dikuasai oleh kepragmatisan dirinya yang akhirnya menimbulkan perilaku yang simplisistik instant, sebentuk perilaku yang tidak mau susah mendapatkan materi atau kekuasaan politik, maunya selalu mudah dan cepat, maka terjadilah saling ber”money politic” seperti sekarang ini dimana para calon pejabat politik tidak membina hubungan persaudaraan secara langsung kepada rakyat kecil yang akhirnya akan terjadilah pertentangan-pertentangan politik berdasarkan kepentingannya masing-masing dengan memanfaatkan rakyat kecil untuk memperoleh kekuasaan politiknya. Kini bangsa ini seperti katak dalam kotak, ketika katak dialam bebas ia bisa melompat melebihi 20 kali tubuhnya tetapi ketika di dalam kotak ia hanya bisa melompat hanya mengikuti ruang kotak itu. Jika dilepaskan ia akan mengikuti kebiasaanya melompat dalam kotak itu. Kotak pragmatis dalam pikiran bangsa inilah yang membatasi bangsa ini untuk maju dan bersaing dengan bangsa-bangsa lainnya demi kemakmuran dan kebesaran bangsanya. Bung Karno pernah mengingatkan bangsa ini bahwa kebesaran dan kemakmuran suatu bangsa apapun tidaklah jatuh gratis dari langit, semua kemakmuran dan kebesaran suatu bangsa adalah sebuah proses” kristalisasi keringat” bangsa itu sendiri.

Sabtu, 29 November 2008

5 Virus yang merusak sendi-sendi Pancasila "Virus IV Individualisme"

"Virus IV Individualisme"

Pada era pasca reformasi ini nampaknya bangsa kita sudah terkotak-kotak oleh apapun yang membuat perbedaan, baik itu secara politik, ideologi, maupun agama. Yang menjadi masalah adalah ketika perbedaan itu menimbulkan kekuatan yang berdasarkan kebencian atau dendam sehingga menimbulkan kebencian pula diantara sendi-sendi masyarakat bangsa ini. Dan pada akhirnya perbedaan itu membuat perpecahan dan pertengkaran dimana-mana.

Bangsa Indonesia adalah bangsa yang paling heterogen di dunia. Sejak zaman dahulu kala memang begitu adanya. Sejarah pun membuktikan pada zaman dahulu ada suatu keadaan yang damai di bangsa ini, dimana ketika itu rakyat bersatu dengan pemimpinnya. Pada saat yang damai itupun meninggalkan sesuatu yang berharga guna menyatukan bangsa yang paling heterogen di dunia ini, sesuatu yang berharga itu telah menjadi “pijakan dasar” dari lambang dasar Negara bangsa kita “Garuda Pancasila” yaitu “Bhineka Tunggal Ika” yang artinya “berbeda-beda tetapi tetap satu jua” sehingga perbedaan yang ada adalah seperti warna-warni yang bersatu dalam pelangi sehingga terlihat sangat indah adanya.

Di daerah pedesaan masih ada budaya-budaya yang dimana perbedaan itu terlihat indah, seperti budaya ”gotong-royong” yang berasaskan kekeluargaan, wujud kekeluargaan itu terlihat dari desa-desa yang saling menutupi kekurangan bahan-bahan makanan untuk dikonsumsi rakyat desanya, contohnya ketika desa A kekurangan beras dan kelebihan sayur-mayur dan desa B kekurangan sayur-mayur dan kelebihan beras, maka desa A akan menyuplai sayur-mayur ke desa B dan beugitu pula dengan desa B yang akan menyuplai beras ke desa A, sehingga kebutuhan satu sama lainnya saling terpenuhi, contoh lainnya, jika ada warga desa yang ingin membangun rumah mereka, mereka akan bergotong-royong membangun rumah tersebut, kemudian jika melakukan kerja bhakti untuk membersihkan desanya mereka selalu bergotong-royong atau dikenal sebagai “gugur gunung”, dan jugaketika ada suatu permasalahan mereka bermusyawarah dibalai desa untuk mencapai sebuah kata mufakat, yaitu sebuah mufakat yang berazaskan kekeluargaan yang harmonis, disinilah adanya keharmonisan bahwa ikatan sesama manusia adalah ikatan tali silaturahmi yang saling menguntungkan dan saling membutuhkan satu sama lainnya dimana keseimbangan dan keadilan itu adalah wujud laku dari pola hidup dari masyarakat sosial di desa. Sehingga keadilan sosial masyarakat bisa tercipta.

Tetapi jika kita lihat kehidupan masyarakat di kota adalah sangat bertentangan jika dibandingkan dengan kehidupan di desa. Di kehidupan perkotaan telah dimasuki virus-virus Individualisme barat sehingga kesenjangan sosial dikota sangat jauh jarak perbedaannya, sehingga terjadi banyak dikotomi-dikotomi di sendi-sendi masyarakat sosial perkotaan. Di satu sisi ada yang meraih perekonomian untuk keluarganya hingga beratusan juta, tetapi di sisi lain ada yang kurang perekonomiannya bahkan sehari-harinya pun tidak mencukupi untuk menutupi kebutuhan makan keluarganya, oleh karena itu Nilai-nilai kebersamaan dikehidupan perkotaan telah tergerus oleh virus individualisme. Jika masyarakat perkotaan sadar akan dirinya kalau apa yang dia dapatkan terdapat haknya Tuhan, yaitu hak fakir miskin, yatim piatu, atau mereka yang kekurangan tentunya kesenjangan sosial yang tinggi ini tidaklah terjadi. Sebenarnya kita bukanlah bangsa yang Individualisme seperti keadaan sekarang ini, nilai-nilai leluhur dari nenek moyang bangsa kita selalu mempertahankan budaya “Gotong Royong” berazaskan kekeluargaan. Semenjak masa pasca-reformasi ini virus individualismelah yang merasuki jiwa pemudi-pemuda bangsa ini. Mereka mencari suatu ideology baru yang mencontoh dunia luar tetapi lupa dan tidak mencari dalam budayanya sendiri, sehingga nilai-nilai The Founding Fathers bangsa ini seolah-olah terkubur kembali sehingga reformasi kita adalah sebuah reformasi yang kebablasan, sehingga membuat virus-virus individualisme bisa merajalela dalam tubuh bangsa ini.

Virus Individualismelah yang menyebabkan kesenjangan sosial yang sangat di perbedaan-perbedaan dalam bangsa ini. Individualismelah yang akan membentuk pembunuh-pembunuh berdarah dingin secara tidak langsung karena dari kemewahan yang berlebihan akan menimbulkan banyak kenistaan yang berbuah kebencian. Kita harus menciptakan suatu keadaan yang seimbang dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Suatu keadaan yan seimbang itulah yang dicontohkan oleh saudara-saudari kita yang hidup di alam pedesaan. Oleh karena itu kita seharusnya sama-sama “bergotong-royong” menyembuhkan diri dari virus-virus individualisme, agar kita tidak membentuk pembunuh-pembunuh berdarah dingin oleh karena kerakusannnya akan kemewahan dari masyarakat lingkungan sekitar kita. Jika kita bisa mengaktualisasikan nilai-nilai “Gotong-Royong” seperti perilaku yang terjadi di masyarakat pedesaan dan yang telah dirumuskan didalam “Pancasila” dan menjadi wujud laku dalam praktek kehidupan sosial masyarakat kita sehari-hari maka itu menjadi contoh laku untuk generasi penerus bangsa ini, karena perilaku kita adalah guru moral yang terbaik dalam system “saling didik-mendidik” untuk membentuk karakter moral yang berbudiluhur dalam bangsa kita berdasarkan nilai-nilai luhur dari budaya lokal nenek moyang kita sendiri. Dan ketika karakter moral bangsa kita telah terbentuk, The Founding Fathers bangsa ini akan tersenyum kembali melihat bangsanya yang terdiri dari ratusan juta insan kamil.

5 Virus yang merusak sendi-sendi Pancasila "Virus III Neo Imperialisme"

"Virus III Neo Imperialisme"

Rakyat Indonesia kini telah hilang kepercayaan pada diri sendiri, hilang kebanggaanya, hilang kepribadiannya dan hilang ketabahan dalam menjalani hidupnya” Semangat Macan Asia” kini sudah meredup dalam dan telah menjadi “Semangat Kambing” yang pengecut. Semangat bentukan dari virus neo imperialisme inilah yang menjadi virus yang paling mematikan bangsa ini. Ketika rakyat Indonesia itu meyakini bahwa ia adalah “Bangsa Kambing” yang selamanya tidak bisa mandiri dan selalu dituntun layaknya seekor kambing. Tetapi dalam keadaan yang sangat kritis inilah akan timbul kemauan, kemauan karena merasakan kesengsaraan dimana air mata yang telah sekian lama mengalir kini akan menjadi mata air bangsa ini, disinilah titik balik dimana kemauan akan menjadi semangat yang membara untuk bangkit dari keterpurukan dan kesengsaraan ini. Semangat ini akan menumbuhkan keinginan untuk menyembuhkan diri dari virus-virus yang merusak yang telah menyakiti terlalu dalam ketubuh bangsa ini. Dan kemudian kemauan untuk bangkit itu akan mengarahkan ke suatu pergerakan, perwujudan laku untuk membuat sebuah anti virus untuk membasmi virus-virus yang merusak bangsa ini. Hingga kelak tak ada lagi pencuri yang dipenjara berbulan-bulan disebabkan karena mencuri sebab perutnya sendiri dan perut keluarganya kelaparan, dan tidak ada lagi orang yang mempertahankan hidupnya hanya cukup untuk makan sekali sehari sehingga kebutuhan pendidikan dan lain-lainnya tidaklah mungkin tepenuhi. Tetapi kita harus yakin bahwa fajar akan masih menyingsing, matahari masih akan terbit, dan ketika itu akan muncul suatu keadaan dimana orang kaya tidak terlalu bermegah-megahan dan orang miskin tidak terlalu melarut. Sehinga bangsa ini akan berfokus untuk mengembangkan dirinya, melebarkan sayapnya untuk membebaskan bangsa-bansa lain dari kemelaratannya. Dan neo imperialisme akan gugur dikalahkan dengan ratusan juta insan kamil bangsa Indonesia.

Imperialisme tua dikalahkan oleh “Semangat Marhaen” yang digerakkan oleh Bung Karno dalam mencapai kemerdekaan bangsa kita. Dalam zaman sekarang ini Imperalisme modern atau neo imperialisme telah menanamkan kembali pasca reformasi ini bahwa bangsa Indonesia adalah “Bangsa kambing”. Yang beranggapan bangsa kami ini memang bodoh yang kebodohan itu sesugguhnya adalah efek dari virus-virus Neo Imperalisme yang diinjeksikan di sendi-sendi bangsa kami. Neo Imperialisme atau Imperialisme modern adalah suatu bentuk baru dari Imperalisme tua. Bung Karno menyebutkan bahwasanya Imperalisme modern adalah anak dari Imperalisme tua yang disesuaikan dengan zaman si anak dan caranya akan jalannya Imperalisme modern tetapi intinya tetaplah ia suatu nafsu, suatu system yang mempengaruhi dan menguasai ekonomi suatu bangsa dan negeri yang kaya akan sumber daya alamnya, suatu system keserakahan yang ingin merajai ekonomi dunia dari pembodohan bangsa lain.

Menurut Neo Imperialisme di Indonesia ada empat sifat : Pertama : Indonesia tetap menjadi negeri pengambilan bekal hidup, Kedua : Indonesia menjadi pengambilan bekal-bekal untuk pabrik-pabrik asing, Ketiga : Indonesia menjadi negeri pasar penjualan asing, Keempat : Indonesia manjadi lapangan usaha bagi modal yang ratusan, ribuan, jutaan jumlahnya. Dan hingga saat ini Neo Imperialisme telah mencapai puncaknya, karena berhasil menanamkan virusnya kepengusaha-pengusaha pribumi, pengusaha atau kaum modal dari pribumi (swasta) memiliki kepentingan untuk mencapai keuntungan yang sebesar-besarnya walaupun dengan menekan dengan rendah tenaga produksi dan sebab karena itu maka pergaulan hidup akan merendah juga. Inilah yang diinginkan Imperialisme modern itu dengan menghalangi kemajuan rakyat kami dan menciptakan kesenjangan sosial antara kami, sehingga kami saling mengalahkan antara kaum pemodal dan kaum buruh. Akhirnya rakyat pribumi hanya menjadi kaum buruh belaka. Baik pengusaha, kaum pemodal ataupun kaum buruh adalah kaum buruh didalam pergaulan bangsa-bangsa hanyalah sebuah boneka dari Negara-negara maju ! akan tetapi, kata Bung Karno “siapa yang bisa merantai suatu bangsa, kalau semangatnya tak mau dirantai? siapa yang bisa membinasakan suatu bangsa kalau semangatnya tidak mau dibinasakan?” ,juga kata Bung Hatta “ Lebih suka kami melihat Indonesia tenggelam kedasar lautan, daripada melihatnya sebagai embel-embel abadi pada Negara asing” Begitulah pesan-pesan untuk menginsyafi nasionalisme oleh Bung Karno dan Bung Hatta sebagai The Founding Fathers bangsa ini dengan keinsafan-keinsafan berbangsa dengan Cinta Tanah Air dengan keinsyafan untuk bersatu dalam NKRI dengan semangat Nasionalisme. Dengan semangat nasionalisme yang demikian ini akan timbul suatu percaya pada diri sendiri bangsa ini, dan nantinya akan membawa ke suatu pergerakan nasional untuk bangkit dalam setiap aspek wawasan nusantara, akan membawa kita menjadi suatu bangsa besar dimana bangsa yang besar ini tidaklah besar kepala dengan bangsa lain, tetapi berdasar hati dari bangsa lainnya. Yaitu bangsa yang berbesar hati walaupun disebut-sebut “bangsa kambing”, sehingga akan membuka mata bangsa lain yang mengatakan “Bangsa Kambing” itu sehingga mereka akan menginsyafi setiap bangsa adalah bahwasanya adalah bangsa yang “Satu”.

Nasionalisme bangsa Indonesia tidak seperti Nasionalisme bangsa lain yang menganggap rendah bangsa lainnya melainkan Nasionalisme yang berprikemanusiaan, dimana kita menghargai bangsa-bangsa dalam dunia. Internasionalisme, dimana nasionalisme kita akan tumbuh subur dalam dalam landasannya Internasionalisme. Untuk menyuburkan rasa nasionalisme ada 3 jalan seperti yang disampaikan oleh Bung Karno pada siding pengadilan colonial di Bandung 1930, pidato yang berjudul Indonesia Menggugat, yaitu : Pertama, kami menunjukkan kepada rakyat, bahwa ia punya hari dulu adalah hari dulu yang indah. Kedua, kami menambah keinsafan rakyat, bahwa ia punya hari sekarang, adalah hari sekarang yang gelap. Ketiga, kami memperlihatkan kepada rakyat sinarnya hari kemudian yang berseri-seri dan terang cuaca, beserta cara-caranya mendatangkan hari kemudian yang penuh dengan janji-janji itu. Bung Karno mengingatkan juga bahwa “Nasionalisme tidak akan tumbuh subur dalam ladangnya Internasionalisme” dan Bapak Mahatma Ghandi juga pernah berkata “Nasionalismeku adalah kemanusiaan” sehingga ia yang mengumpat bangsa lain itu menjadi malu telah merendahkan bangsa lainnya. Karena dengan merendahkan bangsa lain sesungguhnya ia merendahkan bangsanya sendiri.

5 Virus yang merusak sendi-sendi Pancasila "Virus II Kelirumologi"

"Virus II Kelirumologi"

Jika membaca sebuah buku yang berisi kumpulan-kumpulan artikel Presiden RI I Bung Karno ada sebuah artikel yang berjudul “Islam Sontoolooyoo!”, Bung Karno disana mengomentari tentang orang-orang Islam yang salah kaprah -atau kelirumologi menurut Jaya Suprana- tentang ajaran Islam itu sendiri. “Dibawah Bendera Revolusi” sangat relevan dalam carut marutnya bangsa kita pasca reformasi ini, dimana reformasi kita adalah reformasi kebablasan, malahan lebih liberal dari liberalismenya dunia barat. Sehingga nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila seolah-olah terkubur kembali pasca reformasi bangsa ini. Jangankan pemahaman essensi Pancasila, pemahaman essensi tentang agamanyapun makin banyak pemeluknya yang masih kelirumologi, seperti kita ketahui di era reformasi ini diantara orang Islam banyak yang tidak memahami essensi Islam itu sendiri yaitu kerukunan dan perdamaian, banyak dari mereka memusuhi orang yang diluar Islam, mereka menganggap diri mereka adalah paling benar dan meyakini dirinya dijamin surga oleh Tuhan, mereka selalu berdebat tentang kebenaran prinsipnya, bahkan dengan saudara seimannya mereka berdebat lalu memisahkan diri dari apapun yang menjadi perbedaan untuk mempertahankan kebenarannya pribadi masing-masing. Berbeda ajaran dan aliran mereka bertikai, hanya berbeda baju mereka bertikai, mereka berbeda masjid mereka bertikai, dan mungkin antara mereka yang ada jenggot dengan yang tidak ada jenggot pun mereka memisahkan diri. Mereka anggap yang diluar Agama atau aliran yang mereka anut adalah hina, mereka anggap saudara mereka yang berbeda prinsip adalah bukanlah saudara di mata mereka, mereka lupa bahwasanya semua manusia diciptakan dalam satu persaudaraan kejiwaan, tidak ada satu manusiapun yang tidak ditiupkan Cahaya-Nya, cahaya yang kita sebut Nur Muhammad (menurut ajaran Islam) dan Ruh Kudus (menurut ajaran Kristen), maka semua manusia tak luput dari kemuliaan-Nya, tidak ada seorangpun yang hina dimata Tuhan.

Nabi-nabi diturunkan ke dunia ini adalah sebagai contoh untuk umatNya. Perbuatan sebagai contoh dari Nabi Muhammad, Nabi Isa, Nabi musa, dan yang lainnya adalah akhlaq yang mulia dalam menjalani kehidupan ini, yang menjaga alam semesta beserta isinya, yang menghargai umat agama lainnya, bahkan menghargai orang yang memusuhinya sekalipun. Hati beliau-beliau sungguh telah dibersihkan dari daya kebendaan yang diliputi oleh hawa nafsu, sehingga mereka dapat menghargai perbedaan yang ada dengan segala kebijaksanaannya yang tercermin dalam sikap dan perilakunya yang sopan dan santun serta penuh kasih sayang terhadap siapapun tanpa pandang bulu, kesemuanya itu beliau lakukan untuk contoh kepada umatnya agar kita tetap bersatu demi terciptanya perdamaian di seluruh alam semesta ini. Memang manusia diciptakan oleh Tuhan dengan berbeda-beda golongan, berlainan jenis dari berbagai macam suku bangsa, tetapi ketika perbedaan itu membuat perpecahan yang menimbulkan pertikaian dan kekerasan yang jauh dari perdamaian inilah yang harus dihindarkan, mereka yang terus menerus berdebat untuk membenarkan pendapatnya sendiri tanpa menghargai pendapat orang lain sehingga pada akhirnya nanti muncullah suatu pertikaian dan kekerasan yang menimbulkan perpecahan diantara mereka sendiri. Mereka yang menunggalkan kebenarannya sendiri dengan menempuh jalan kekerasan telah tertipu oleh akal pikiran dan hati mereka sendiri, mereka itu seorang Islam, seorang Kristen, seorang Hindu, seorang Budha, seseorang yang beragama tetapi umat yang sontoolooyoo!

Banyak juga dari pemuka agama mungkin yang dikenal sebagai orang yang terpandang dalam segi agama dari masyarakat, mulut mereka selalu mengajak dalam kebenaranNya, tetapi itu hanya dimulutnya saja sedangkan dihati mereka sudah dikuasai oleh materi, mereka hidup bermewah-mewahan, mereka sudah berhaji berkali-kali, keliling dunia berkali-kali, mereka memiliki rumah yang megah, mobil-mobil yang mewah, mereka lupa bahwa Nabi-nabi mereka tidak sesekalipun mengajarkan “wahai umatku, bermewah-mewahanlah kalian” mereka melupakan bahwa Nabi-nabi mereka hidup dalam kesederhanaan bahkan dalam kesengsaraan. Jika kita lihat ajaran umat Islam suatu ayat Al Qur’an yaitu dari surat At-takasur ayat 1 (satu) yang berbunyi : “Alhakumuttakasur”, yang artinya “bermegah-megahan akan melalaikan kamu!”, dalam ayat ini Tuhan telah memperingatkan kita dengan jelas dan tegas!, tetapi diantara mereka ada yang masih tetap berkubahkan emas ditengah-tengah lingkungan mereka yang dilanda kesusahan dan kelaparan!, mereka membeli peralatan ibadah mereka dengan harga berjuta-juta yang mungkin satu set perlengkapan ibadah mereka bisa memakmurkan sepuluh kepala keluarga si miskin yang disekitar lingkungan mereka. Apakah sekarang gengsi dari daya kebendaan dan kemewahan telah mengikis rasa kemanusiaan dan perikemanusiaan mereka. Mereka hanya memikirkan diri mereka sendiri, mereka sholat mengaji,dan berpuasa hanya agar dirinya sendiri terhindar dari neraka, mereka lupa menunjukkan bhakti mereka kepadaNya yaitu menjadi sebaik-baik manusia adalah manusia yang bermanfaat bagi manusia lainnya. Mereka malah menimbun-nimbun harta dan emas di bank-bank kapitalis dengan mengharapkan bunga yang tinggi yang di Islam atau Kristen sendiri disebut sebagai riba atau puluhan, riba atau puluhan hanyalah akal-akalan manusia untuk kucing-kucingan dengan ayat Tuhan. Sistem buatan kapitalisme itu tidak menyentuh kegiatan ekonomi bawah, sehingga kegiatan ekonomi hanya berputar dikalangan kapitalis sejati, sehingga orang miskin di dunia semakin bertambah. Dan mereka yang menimbun-nimbun harta dan emas ini yang berharap mendapatkan dengan mudah bertambahnya harta mereka walaupun dengan memakan sistem kamuflasenya riba tersebut yang sesungguhnya adalah jatah rezekinya si miskin! Dan diantara mereka itu ada yang menyebut dirinya Islam tetapi tindakan mereka jauh dari nilai-nilai ajaran agamanya sendiri dan mereka itu adalah termasuk juga dalam golongan umat yang Sontoolooyoo!

Kita mungkin telah lupa bahwa esensi dari agama itu adalah untuk membuat perdamaian di seluruh alam semesta, jika di ajaran Islam disebut sebagai ”Rahmatan lil alamin”, Rahmat bagi seluruh alam semesta tanpa pandang bulu, tidak ada yang membedakan manusia kecuali taqwa dan imannya, dan itu hanyalah Tuhan dan dirinya sendiri yang bisa mengukurnya. Kita tidak berhak menghina dan membuat pertikaian antara satu sama lainnya, karena kita adalah satu dalam perbedaan, karena tidak ada setitik partikel zat terkecilpun yang tidak diliputi oleh DzatNYA, daun yang jatuh adalah tidak sia-sia Tuhan jatuhkan, tidak ada kejadian di dunia ini adalah diluar kehendakNya. Ada sebab pasti ada akibatnya. Semua kejadian yang meliputi didalam dan diluar dirinya seorang manusia adalah cerminan dari perbuatan dan perilakunya terhadap sesama beserta isi seluruh alam semesta ini. Apa yang kita tanam itulah yang akan kita tuai, marilah kita tanam benih-benih Islam sejati yang menyuburkan Pancasila kita, dimana Pancasila yang menghargai dan menghormati keberagaman agama akan membuat suatu perdamaian, dan Pancasila itu ada dalam pangkuan ajaran Islam yang merahmati seluruh Umat manusia. Marilah kita bergotong-royong untuk kesejahteraan bersama, dan marilah kita renungkan semua essensinya dari Islam dan Pancasila itu sendiri ini lalu secepat mungkin berbuat sesuatu yang bermanfaat bagi orang-orang lain yang kesusahan dimulai dari sekitar kita sehingga setitik kebaikan akan membuat dunia ini menjadi tempat yang lebih baik.

5 Virus yang merusak sendi-sendi Pancasila " Virus I Fundamental Agamis"

" Virus I Fundamental Agamis"

Sejak Pasca reformasi ini banyak pihak-pihak yang ingin mengubur kembali nilai-nilai dari Pancasila, mereka ingin bangsa ini pecah, mereka ingin bangsa ini bertikai, maka mereka mulai menyebar virus mereka ke berbagai golongan masyarakat bangsa kita dari bangsa kita dalam berbagai jalur wawasan Nusantara kita. Akibat daripada virus itu beberapa golongan masyarakat umat beragama ada yang menuding bahwa ajaran dasar negara kita “Pancasila” adalah sebuah Ideologi yang bertentangan dengan dasar ajaran agama. Mereka menuding Pancasila adalah buatan zionisme yang anti Tuhan, apapun alasannya sesungguhnya mereka hanya yang ingin mengubur kembali nilai-nilai luhur budaya lokal yang terkandung dalam Pancasila ini, karena yang mempersatukan bangsa ini adalah Pancasila, oleh karena itulah satu-satunya tujuan mereka hanyalah untuk memecah belah persatuan dan kesatuan bangsa ini, karena Pancasila sejak dahulu adalah nilai-nilai dari budaya nenek moyang bangsa kita yang digali kembali oleh The Founding Father kita sebagai alat satu-satunya alat pemersatu bangsa kita. Pihak-pihak yang menginginkan bangsa ini pecah telah meracuni pemikiran-pemikiran dengan menyesatkan logika Pancasila dari tiap-tiap silanya. Terutama pada Sila yang seharusnya menjadi Ruhnya Pancasila itu sendiri yaitu Sila “Ketuhanan Yang Maha Esa”. Dalam sila pertama ini mereka mempengaruhi dan menyebarkan virus-virus kebencian dari pemuka-pemuka agama di bangsa ini, terutama agama Islam karena Islam adalah agama mayoritas di Republik ini, Beberapa golongan dari umat Islam seperti kaum fundamentalis Islam sebagai contoh, ada yang mengatakan bahwa “Pancasila adalah ajaran sesat, ajaran yang bertentangan dengan konsep Islami!”.

Sesungguhnya mereka yang terpengaruh isu-isu yang meyesatkan bangsanya sendiri, tidak mengerti bahwa ada perbedaan yang mendasar antara “Dasar Negara” dan “Dasar Agama”. Dalam perjalanan sejarah bangsa ini kita mengenal sosok “Buya Hamka” sebagai tokoh besar kaum muslimin yang turut membesarkan organisasi masyarakat Islam Muhamadiyah yang dulu berpolitik untuk memberlakukan syari’at Islam pada zaman Bung Karno. Beliau dalam berpolitik pada awalnya akur dengan Bung Karno, kemudian pada saat partai Islam menduduki konstituante perumusan UUD yang salah satunya diwakili oleh Bapak Buya Hamka, ingin memasukkan dan menegakkan syari’at Islam dalam perumusan UUD. Menanggapi hal ini Bung Karno berpendapat bahwasanya jika umat Islam menginginkan negara ini diwarnai oleh nilai-nilai ajaran Islam, maka berjuanglah umat Islam untuk menduduki sebagian besar suara di parlemen, dan juga jika umat Kristiani ingin negara ini diwarnai oleh nilai-nilai ajaran Kristen maka, umat Kristiani harus berjuang pula untuk mendapat sebagian besar suara di parlemen. Dengan asas ini akan tercapai keadilan dan kerukunan antar umat beragama. Kemudian Bung Karno mengambil sikap yang tegas dengan membubarkan konstituante dan kembali ke UUD 1945 dengan menerapkan demokrasi terpimpin melalui dekrit presidennya untuk menyelamatkan negara ini dari perpecahan umat beragama. Dari pengalaman masa lalu tersebut kemudian banyak orang Islam yang moderat masih menyimpan kebenciannya atas kegagalan mereka menegakkan syari’at Islam pada waktu itu sehingga banyak kesalahpahaman tentang Pancasila dari kejadian sejarah ini.

Dalam kancah dunia perpolitikan Bapak Buya Hamka, tokoh besar Islam yang juga pernah menjadi ketua Majelis Ulama Indonesia yang pertama kali inipun tidak pernah sama sekali beliau menentang konsep dasar negara kita “Pancasila”. M.Natsir juga pernah berkata “Pancasila akan tumbuh subur dalam pangkuan Islam”. Bapak Buya Hamka dan bapak M. Natsir adalah tokoh Islam yang sangat mengerti betul menempatkan diri sebagai hamba-NYA dan sebagai bangsa Indonesia adalah satu kesatuan jiwa dimana ada saatnya beliau memposisikan dirinya sebagai bangsa Indonesia, beliau akan berjuang untuk menjaga persatuan dan kesatuan demi terciptanya apa yang menjadi tujuan bangsa dan negaranya dan adalah suatu kewajiban pula bagi seorang muslim untuk berjuang agar kesejahteraan masyarakat Negara dimana-mana orang muslim itu bertempat bisa terwujud dan terciptanya perdamaian.

Pancasila sebagai “Dasar Negara” harus dibedakan dengan “Dasar Agama” karena dua hal tersebut sangat berbeda. Dasar Negara ialah dasar kebangsaan, dimana kita sebagai bangsa Indonesia telah bersumpah pada saat 28 oktober 1928, hari yang kita kenal sebagai hari sumpah pemuda dimana kita mengikrarkan bahwa pemuda-pemudi Indonesia bertanah air satu, tanah air Indonesia, berbahasa satu bahasa Indonesia, berbangsa yang satu Bangsa Indonesia. Sedangkan Akidah Agama ialah dasar manusia sebagai hamba-NYA, dimana sebagai hamba-NYA kita wajib untuk beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa. Tidak ada yang membedakan manusia kecuali iman dan takwanya dalam konteks agama. Disediakan surga-NYA untuk hamba yang bertakwa kepada-NYA, dan neraka bagi mereka yang mengingkari Tuhan. Agama sebagai pandangan dasar hidup seorang manusia secara universal. Perbedaan yang mendasar pula bisa kita lihat di wilayahnya. Negara tidak bisa diorganisirkan di langit atau di akhirat nanti. Tetapi dunia yang fana ini adalah lisensi setiap manusia untuk menuju langit. Disinilah hubungan antara “Dasar Negara” dan “Dasar Agama” harus berjalan dengan harmonis dan berimbang.

Kita sebagai bangsa Indonesia harus mempunyai nasionalisme berdasarkan dasar negara Pancasila dan agar menjaga agar tidak menjadi chauvinisme diatas itu kita harus sadar diri bahwa kita sebagai hamba-NYA yang sangat kecil dihadapan-NYA kitapun wajib beriman dan bertakwa berdasarkan keyakinan sesuai dengan dasar agamanya masing-masing. Setiap agama mengajarkan untuk menghormati agama lainnya, Manusia diciptakan oleh Tuhan dengan berbeda-beda jenis, bangsa, dan golongan, tetapi pada dasarnya manusia itu adalah satu. Manusia sebagai makhluk sosial tidak bisa hidup sendiri karena satu sama lainnya harus saling melengkapi,saling meghormati,saling menjaga,dimana kelebihan yang satu menutupi kekurangan yang lainnya, sehingga satu dalam kebersamaan, satu dalam gotong-royong. Satu kerukunan antara umat beragama dimana adalah menjadi suatu kewajiban manusia yang beragama yang meyakini adanya Tuhan Yang Maha Esa, lalu dari keyakinan itu menjadi bhakti kita kepada-NYA untuk saling bergotong-royong, saling menghormati, saling mencintai sesama manusia untuk menciptakan perdamaian didunia ini. Disinilah seharusnya nalar kecerdasan bangsa ini melihat segala sesuatu seperti virus-virus fundamentalis yang menimbulkan kebencian diantara umat beragama bangsa ini, agar tak terjebak oleh fitnah untuk memecah belah bangsa ini dengan isu-isu agama yang mencoba mengubur kembali dasar negara kita “Pancasila” dimana suatu kerukunan beragama akan tumbuh dengan suburnya di negeri yang kita cintai ini.

Rabu, 27 Februari 2008

Filsafat Pancasila Sila V “Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia”


Apa yang menjadi cita-cita dan tujuan Pancasila terdapat di sila ke-5 ini yaitu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Cita-cita dengan keadilan sosial untuk membentuk suatu masyarakat adil dan makmur dalam berbangsa dan bernegara. Pancasila adalah penyeimbang diantara Declaration of Independence dan Manifesto Komunis yang selalu membuat pertentangan-pertentangan fisik maupun Ideologi di dunia. Dari yang mereka yang menganut paham Ideologi Declaration of Independence telah melahirkan kaum kapitalis, pengusaha-pengusaha, dan dari mereka yang berpaham manifesto komunis melahirkan kaum komunis, sosialis, dan kaum buruh yang sangat terkenal dengan ajaran Marxismenya. Jika dalam negara yang didominasi oleh kapitalis maka keberpihakkan ekonomi menguntungkan kaum kapitalis dan pengusaha, sehingga menyebabkan ketidak adilan dari kaum buruh. Demikian pula adanya jika di sebuah negara yang didominasi kaum komunis atau kaum buruh, maka sistem perekonomian yang adapun terlalu memihak ke kaum buruh dan dalam keadaan ini, pihak yang dirugikan adalah pihak pengusaha. Selalu ada ketidakpuasan dalam penegakan keadilan dalam segala hal. Bagi kita bangsa Indonesia tidaklah sesuai sistem-sistem yang berdasarkan Ideologi-ideologi di atas. Satu-satunya yang cocok untuk bangsa ini adalah “Pancasila”, karena ia digali dari budaya lokal dan kearifan lokal selama berabad-abad tahun kebelakang oleh The Founding Father bangsa ini.

Pancasila hadir untuk menyelenggarakan bentuk masyarakat yang adil dan makmur, untuk menyelenggarakan sosialisme ala Indonesia. Bapak Presiden R.I yang kedua yaitu Bapak Soeharto pernah bertanya kepada bung Karno sewaktu bung Karno menjelaskan Revolusi Indonesia “Masyarakat Pancasila itu masyarakat yang bagaimana? Masyarakat yang sosialistis, masyarakat yang religius, atau masyarakat yang kapitalistis, liberalistis? Bagaimana?”. Bung Karno menjawab, “Bukan. Tetapi masyarakat yang sosialistis-religius. Masyarakat Pancasila adalah masyarakat yang sosialistis-religius”. Dan sebagai masyarakat sosialistis religius, bukan hanya masyarakat sosialisme, karena ada sosialisme tidak mengakui adanya Tuhan. Dalam religius dimana kita sebagai makhluk sosial harus memanfaatkan diri kita untuk kebaikan manusia lainnya, karena dalam religius sebaik-baik manusia adalah manusia yang bermanfaat untuk orang lain di dalam bingkai keimanan dan ketakwaan kita kepada Tuhan Yang Maha Esa.

Sejak zaman dahulu bangsa ini memperjuangkan apa yang menjadi tujuan bangsa ini, banyak para leluhur-leluhur kita, pahlawan-pahlawan kita,dan pemimpin-pemimpin besar yang gugur memperjuangkannya hingga titik darah penghabisan. Dilihat dari hal ini keharusan masyarakat keadilan sosial itu adalah suatu amanah daripada leluhur kita yang telah menderita, amanat daripada semua pahlawan-pahlawan, dan para pemimpin yang menjadikan inspirasi pemuda-pemudi bangsa ini untuk tetap berjuang melawan segala bentuk penjajahan di atas dunia. Demi menciptakan suatu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Bung Karno pernah menyitir ucapan seorang pemimpin besar bangsa lain yang berkata kepada pemuda dan pemudi “Hai, pemuda-pemudi, engkau pembina hari kemudian. Orang katakan bahwa engkau itu adalah pupuk hari kemudian. Jangan mau terima sebutan sekedar pupuk hari kemudian! Jangan terima! Kita bukan hanya sekedar pupuk hari kemudian. Tidak! Kami lebih daripada pupuk! Sebab di dalam kami tumbuh pula bibit, kami bukan sekedar pupuk, pupuk mati yang dimasukkan dalam tanah, kemudian tanah itu yang menjadi subur untuk membangkitkan kalbu kami, dada kami, roh kami, jiwa kami bergelora; di dalam jiwa kami tumbuh pula masyarakat yang baru itu; di dalam jiwa kami tumbuh segala apa yang menjadi cita-cita bangsa”.

Filsafat Pancasila Sila IV “Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmad kebijaksanaan dalam permusyawaratan keadilan”


Demokrasi atau yang kita sering menyebutnya kedaulatan rakyat, adalah hanya sekedar alat untuk mencapai tujuan. Teknis tujuannya adalah suatu bentuk masyarakat yang mempunyai bentuk sesuatu hal, seperti masyarakat kapitalis, masyarakat sosialistis, dan masyarakat lainnya. Alat untuk mencapai tujuan dari brntuk masyarakat tidak selalu dengan memakai demokrasi; misalnya kaum Hitleris, kaum nasional-sosialis berpendapat bahwa untuk mencapai tujuan masyarakat mereka yang menjadi impian bagi kaum mereka bukanlah demokrasi, tetapi nasionailsme-sosialime yang lebih kita kenal sebagai Nazi (National Sozialismus)yang pada hakekatnya adalah fasisme diktatur yang mengarah pada Chauvinisme (Nasionalisme berlebihan) jadi, baik demokrasi maupun fasisme atau Nazi buatan Hitler walaupn sebenarnya tidak menggambarkan sosialisme dan nasional, tetapi Hitler mengatakan ia punya fasisme nasionalis dan sosialisme. Baik demokrasi maupun Nazi adalah alat untuk mencapai impian atau tujuan dari suatu bentuk masyarakat. Tetapi di dalam pemikiran kita dan lebih tegasnya lagi di dalam cara keyakinan dan kepercayaan bangsa ini, kedaulatan bukanlah hanya sekedar alat belaka. Kita yang mempunyai satu jiwa, pikiran dan perasaaan, bukan hanya sekedar teknis, melainkan juga secara kejadian, secara psikologis nasional, dan secara kekeluargaan, demokrasi adalah satu kepercayaan, satu keyakinan dalam usaha mencapai bentuk masyarakat yang kita cita-citakan. Bahkan dalam perilaku budaya masyarakat kita memakai asas kebersamaan yang selalu berdiri di atas dasar kekeluargaan, di atas dasar musyawarah untuk mencapai mufakat, di atas demokrasi untuk mencapai tujuan, di atas dasar kedaulatan rakyat. Kita percaya bahwa sejak dahulu kehidupan kekeluargaan tidak akan berjalan dengan sempurna jika tidak dengan menjalankan dasar kedaulatan rakyat atau demokrasi atau musyawah. Di alam masyarakat atau kenegaraan kita mempunyai keyakinan bahwa segala sesuatu yang mengenai hidup bermasyarakat harus di dasarkan atas dasar kekeluargaan, demokrasi, kedaulatan rakyat, sehingga bagi kita, di alam pemikiran dan perasaan, dan di alam kejadian kita, demokrasi bukanlah hanya sebagai suatu alat teknis melainkan juga adalah suatu kepercayaan, satu keyakinan. Maka dari itu bagi bangsa Indonesia, demokrasi atau kedaulatan rakyat mempunyai corak nasional tersendiri, satu corak berdasarkan nilai-nilai budaya luhur bangsa ini, satu corak kepribadian, dam tidak perlu sama dengan corak demokrasi yang dipergunakan oleh bangsa-bangsa lain sebagai teknis. Kita harus menegaskan dan berani mengatakan : Janganlah demokrasi kita itu adalah jiplakan. Janganlah demokrasi yang kita jalankan itu adalah demokrasi dari bangsa asing seperti, Amerika Serikat, Eropa, Cina, dan negara lainnya. Sebagian bangsa kita yang pikirannya masih tersangkut (terjajah) dengan dunia barat, yang belum berdiri diatas kepribadian bangsa Indonesia sendiri. Mereka tak akan bisa menangkap esensi daripada demokrasi itu sendiri.

Jika kita melihat dari perjalanan sejarah, dimana Hitler dengan Nazinya, bangsa Eropa dan Amerika Serikat dengan kapitalismenya dan kaum buruh dengan Marxismenya, demokrasi adalah satu ideologi politik daripada salah satu periode, satu bukti bahwa kesadaran manusia dalam berdemokrasi dalam alam pikiran dan politiknya. Seperti kita ketahui banyak intrik yang terjadi antara politik mereka sehingga mereka lupa dengan esensi demokrasi itu sendiri. Mereka membuat peperangan dimana-mana, membuat kehancuran dimana-mana. Mereka saling menunggalkan kebenaran mereka masing-masing. Kapitalisme ingin tumbuh subur dengan cara produksi mempergunakan tenaga buruh, yang buruh ini membuat barang yang lain yang lebih berharga daripada sebelumnya. Kapitalisme memakai sistem Laba dalam produksinya, Contohnya jika tepung dan gula sebagai modal dibeli dengan harga Rp.100.00 kemudian diolah menjadi kue dengan penjualan keseluruhannya Rp.200,00, maka laba keuntungannya adalah Rp.100,00. Ini Rp.50,00 masuk kantong sang kapitalis, sebagian Rp.50,00 masuk kantong sang buruh. Jika di negara yang politik dan ekonominya didominasi oleh kaum kapitalis maka pembagian laba untungnya mungkin lebih banyak ke kaum kapitalis atau pengusahanya yang menindas kaum buruhnya dengan hasil keringatnya yang dibayar murah, dan begitu juga sebaliknya jika, di negara yang poltik dan ekonominya didominasi oleh kaum buruh maka laba untungnya kaum buruhlah yang diuntungkan, para pengusaha akan makin kecil dan kecil. Disanalah terjadi ketidakseimbangan ekonomi yang berdasarkan pada kemakmuran rakyat banyak. Dengan kejadian itu kita bisa lihat segala cacat-cacat dari demokrasi bangsa asing, kitalah yang sebaiknya sebagai amanat penderitaan daripada bangsa Indonesia yang memikul kewajiban untuk menyelenggarakan suatu masyarakat yang berdemokrasi dengan menaruhkan segala sesuatu diatas kepribadian bangsa Indonesia sendiri, yang bukan hanya sekedar alat teknis, tetapi satu alam jiwa pemikiran dan perasaan kita. Dan bukan keberpihakakan kepada kaum pengusaha, maupun kaum buruh, sehingga dapat menyelenggarakan apa yang menjadi amanat penderitaan daripada rakyat banyak yaitu suatu masyarakat yang adil dan makmur.