RAJAWALI SAKTI

RAJAWALI SAKTI

PANCASILA DAN BUTIR-BUTIRNYA

PANCASILA

1. Belief in the one and only God (Ketuhanan yang Maha Esa)
2. Just and civilized humanity (Kemanusiaan yang Adil dan Beradab)
3. The unity of Indonesia (Persatuan Indonesia)
4. Democracy guided by the inner wisdom in the unanimity arising out of deliberations amongst representatives (Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan)
5. Social justice for the whole of the people of Indonesia (Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia)

Explanatory Points (Butir-Butir Pancasila)

Belief in the one and only God

• To believe and to devote oneself to one God according to his/her own religions and beliefs in the principle of just and civilized humanity (Percaya dan taqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa sesuai dengan agama dan kepercayaannya masing-masing menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab)
• To respect and cooperate with people of different religions and belief in order to achieve harmonious living (Hormat dan menghormati serta bekerjasama antara pemeluk agama dan penganut-penganut kepercayaan yang berbeda-beda sehingga terbina kerukunan hidup)
• To respect freedom of performing religious duties according his/her own religions and beliefs (Saling menghormati kebebasan menjalankan ibadah sesuai dengan agama dan kepercayaan masing-masing)
• To not force religions or beliefs onto others (Tidak memaksakan suatu agama atau kepercayaannya kepada orang lain)

Just and civilized humanity

• To conform with equal degree, equal rights, and equal obligations between individuals (Mengakui persamaan derajat, persamaan hak dan persamaan kewajiban antara sesama manusia)
• To love human being (Saling mencintai sesama manusia)
• To develop tolerant attitude (Mengembangkan sikap tenggang rasa)
• Not to be disrespectful to others (Tidak semena-mena terhadap orang lain)
• To hold high the values of humanity (Menjunjung tinggi nilai kemanusiaan)
• To do humanity works (Gemar melakukan kegiatan kemanusiaan)
• To be brave in defending truth and justice (Berani membela kebenaran dan keadilan)
• Indonesians should consider themselves as part of International Community, and hence must develop respect and cooperation with other nations (Bangsa Indonesia merasa dirinya sebagai bagian dari masyarakat Dunia Internasional dan dengan itu harus mengembangkan sikap saling hormat-menghormati dan bekerjasama dengan bangsa lain)

The unity of Indonesia

• To protect the United Nation of the Republic of Indonesia's unity (Menjaga Persatuan dan Kesatuan Negara Kesatuan Republik Indonesia)
• Willing to sacrifice oneself for the sake of the country and nation (Rela berkorban demi bangsa dan negara)
• To love the motherland (Cinta akan Tanah Air)
• To be proud for being part of Indonesia (Berbangga sebagai bagian dari Indonesia)
• To be well-socialised in order to keep the nation's unity in diversity (Memajukan pergaulan demi persatuan dan kesatuan bangsa yang ber-Bhinneka Tunggal Ika)

Democracy guided by the inner wisdom in the unanimity arising out of deliberations amongst representatives

• To prioritize on national and community interests (Mengutamakan kepentingan negara dan masyarakat)
• Not forcing one's will to other people (Tidak memaksakan kehendak kepada orang lain)
• To prioritize on the culture of unanimous agreement in public decision making (Mengutamakan budaya rembug atau musyawarah dalam mengambil keputusan bersama)
• To keep the discussion until a consensus or an unanimous consent is reached embodied by the spirit of kinship (Berrembug atau bermusyawarah sampai mencapai konsensus atau kata mufakat diliputi dengan semangat kekeluargaan)

Social justice for the whole of the people of Indonesia

• To be just toward fellow people (Bersikap adil terhadap sesama)
• To respect other people's rights (Menghormati hak-hak orang lain)
• To help one another (Menolong sesama)
• To cherish other human being (Menghargai orang lain)
• To do useful tasks for common good and for public behalf (Melakukan pekerjaan yang berguna bagi kepentingan umum dan bersama)

Atas nama BANGSA INDONESIA

Atas nama BANGSA INDONESIA

Sabtu, 29 November 2008

5 Virus yang merusak sendi-sendi Pancasila "Virus IV Individualisme"

"Virus IV Individualisme"

Pada era pasca reformasi ini nampaknya bangsa kita sudah terkotak-kotak oleh apapun yang membuat perbedaan, baik itu secara politik, ideologi, maupun agama. Yang menjadi masalah adalah ketika perbedaan itu menimbulkan kekuatan yang berdasarkan kebencian atau dendam sehingga menimbulkan kebencian pula diantara sendi-sendi masyarakat bangsa ini. Dan pada akhirnya perbedaan itu membuat perpecahan dan pertengkaran dimana-mana.

Bangsa Indonesia adalah bangsa yang paling heterogen di dunia. Sejak zaman dahulu kala memang begitu adanya. Sejarah pun membuktikan pada zaman dahulu ada suatu keadaan yang damai di bangsa ini, dimana ketika itu rakyat bersatu dengan pemimpinnya. Pada saat yang damai itupun meninggalkan sesuatu yang berharga guna menyatukan bangsa yang paling heterogen di dunia ini, sesuatu yang berharga itu telah menjadi “pijakan dasar” dari lambang dasar Negara bangsa kita “Garuda Pancasila” yaitu “Bhineka Tunggal Ika” yang artinya “berbeda-beda tetapi tetap satu jua” sehingga perbedaan yang ada adalah seperti warna-warni yang bersatu dalam pelangi sehingga terlihat sangat indah adanya.

Di daerah pedesaan masih ada budaya-budaya yang dimana perbedaan itu terlihat indah, seperti budaya ”gotong-royong” yang berasaskan kekeluargaan, wujud kekeluargaan itu terlihat dari desa-desa yang saling menutupi kekurangan bahan-bahan makanan untuk dikonsumsi rakyat desanya, contohnya ketika desa A kekurangan beras dan kelebihan sayur-mayur dan desa B kekurangan sayur-mayur dan kelebihan beras, maka desa A akan menyuplai sayur-mayur ke desa B dan beugitu pula dengan desa B yang akan menyuplai beras ke desa A, sehingga kebutuhan satu sama lainnya saling terpenuhi, contoh lainnya, jika ada warga desa yang ingin membangun rumah mereka, mereka akan bergotong-royong membangun rumah tersebut, kemudian jika melakukan kerja bhakti untuk membersihkan desanya mereka selalu bergotong-royong atau dikenal sebagai “gugur gunung”, dan jugaketika ada suatu permasalahan mereka bermusyawarah dibalai desa untuk mencapai sebuah kata mufakat, yaitu sebuah mufakat yang berazaskan kekeluargaan yang harmonis, disinilah adanya keharmonisan bahwa ikatan sesama manusia adalah ikatan tali silaturahmi yang saling menguntungkan dan saling membutuhkan satu sama lainnya dimana keseimbangan dan keadilan itu adalah wujud laku dari pola hidup dari masyarakat sosial di desa. Sehingga keadilan sosial masyarakat bisa tercipta.

Tetapi jika kita lihat kehidupan masyarakat di kota adalah sangat bertentangan jika dibandingkan dengan kehidupan di desa. Di kehidupan perkotaan telah dimasuki virus-virus Individualisme barat sehingga kesenjangan sosial dikota sangat jauh jarak perbedaannya, sehingga terjadi banyak dikotomi-dikotomi di sendi-sendi masyarakat sosial perkotaan. Di satu sisi ada yang meraih perekonomian untuk keluarganya hingga beratusan juta, tetapi di sisi lain ada yang kurang perekonomiannya bahkan sehari-harinya pun tidak mencukupi untuk menutupi kebutuhan makan keluarganya, oleh karena itu Nilai-nilai kebersamaan dikehidupan perkotaan telah tergerus oleh virus individualisme. Jika masyarakat perkotaan sadar akan dirinya kalau apa yang dia dapatkan terdapat haknya Tuhan, yaitu hak fakir miskin, yatim piatu, atau mereka yang kekurangan tentunya kesenjangan sosial yang tinggi ini tidaklah terjadi. Sebenarnya kita bukanlah bangsa yang Individualisme seperti keadaan sekarang ini, nilai-nilai leluhur dari nenek moyang bangsa kita selalu mempertahankan budaya “Gotong Royong” berazaskan kekeluargaan. Semenjak masa pasca-reformasi ini virus individualismelah yang merasuki jiwa pemudi-pemuda bangsa ini. Mereka mencari suatu ideology baru yang mencontoh dunia luar tetapi lupa dan tidak mencari dalam budayanya sendiri, sehingga nilai-nilai The Founding Fathers bangsa ini seolah-olah terkubur kembali sehingga reformasi kita adalah sebuah reformasi yang kebablasan, sehingga membuat virus-virus individualisme bisa merajalela dalam tubuh bangsa ini.

Virus Individualismelah yang menyebabkan kesenjangan sosial yang sangat di perbedaan-perbedaan dalam bangsa ini. Individualismelah yang akan membentuk pembunuh-pembunuh berdarah dingin secara tidak langsung karena dari kemewahan yang berlebihan akan menimbulkan banyak kenistaan yang berbuah kebencian. Kita harus menciptakan suatu keadaan yang seimbang dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Suatu keadaan yan seimbang itulah yang dicontohkan oleh saudara-saudari kita yang hidup di alam pedesaan. Oleh karena itu kita seharusnya sama-sama “bergotong-royong” menyembuhkan diri dari virus-virus individualisme, agar kita tidak membentuk pembunuh-pembunuh berdarah dingin oleh karena kerakusannnya akan kemewahan dari masyarakat lingkungan sekitar kita. Jika kita bisa mengaktualisasikan nilai-nilai “Gotong-Royong” seperti perilaku yang terjadi di masyarakat pedesaan dan yang telah dirumuskan didalam “Pancasila” dan menjadi wujud laku dalam praktek kehidupan sosial masyarakat kita sehari-hari maka itu menjadi contoh laku untuk generasi penerus bangsa ini, karena perilaku kita adalah guru moral yang terbaik dalam system “saling didik-mendidik” untuk membentuk karakter moral yang berbudiluhur dalam bangsa kita berdasarkan nilai-nilai luhur dari budaya lokal nenek moyang kita sendiri. Dan ketika karakter moral bangsa kita telah terbentuk, The Founding Fathers bangsa ini akan tersenyum kembali melihat bangsanya yang terdiri dari ratusan juta insan kamil.

5 Virus yang merusak sendi-sendi Pancasila "Virus III Neo Imperialisme"

"Virus III Neo Imperialisme"

Rakyat Indonesia kini telah hilang kepercayaan pada diri sendiri, hilang kebanggaanya, hilang kepribadiannya dan hilang ketabahan dalam menjalani hidupnya” Semangat Macan Asia” kini sudah meredup dalam dan telah menjadi “Semangat Kambing” yang pengecut. Semangat bentukan dari virus neo imperialisme inilah yang menjadi virus yang paling mematikan bangsa ini. Ketika rakyat Indonesia itu meyakini bahwa ia adalah “Bangsa Kambing” yang selamanya tidak bisa mandiri dan selalu dituntun layaknya seekor kambing. Tetapi dalam keadaan yang sangat kritis inilah akan timbul kemauan, kemauan karena merasakan kesengsaraan dimana air mata yang telah sekian lama mengalir kini akan menjadi mata air bangsa ini, disinilah titik balik dimana kemauan akan menjadi semangat yang membara untuk bangkit dari keterpurukan dan kesengsaraan ini. Semangat ini akan menumbuhkan keinginan untuk menyembuhkan diri dari virus-virus yang merusak yang telah menyakiti terlalu dalam ketubuh bangsa ini. Dan kemudian kemauan untuk bangkit itu akan mengarahkan ke suatu pergerakan, perwujudan laku untuk membuat sebuah anti virus untuk membasmi virus-virus yang merusak bangsa ini. Hingga kelak tak ada lagi pencuri yang dipenjara berbulan-bulan disebabkan karena mencuri sebab perutnya sendiri dan perut keluarganya kelaparan, dan tidak ada lagi orang yang mempertahankan hidupnya hanya cukup untuk makan sekali sehari sehingga kebutuhan pendidikan dan lain-lainnya tidaklah mungkin tepenuhi. Tetapi kita harus yakin bahwa fajar akan masih menyingsing, matahari masih akan terbit, dan ketika itu akan muncul suatu keadaan dimana orang kaya tidak terlalu bermegah-megahan dan orang miskin tidak terlalu melarut. Sehinga bangsa ini akan berfokus untuk mengembangkan dirinya, melebarkan sayapnya untuk membebaskan bangsa-bansa lain dari kemelaratannya. Dan neo imperialisme akan gugur dikalahkan dengan ratusan juta insan kamil bangsa Indonesia.

Imperialisme tua dikalahkan oleh “Semangat Marhaen” yang digerakkan oleh Bung Karno dalam mencapai kemerdekaan bangsa kita. Dalam zaman sekarang ini Imperalisme modern atau neo imperialisme telah menanamkan kembali pasca reformasi ini bahwa bangsa Indonesia adalah “Bangsa kambing”. Yang beranggapan bangsa kami ini memang bodoh yang kebodohan itu sesugguhnya adalah efek dari virus-virus Neo Imperalisme yang diinjeksikan di sendi-sendi bangsa kami. Neo Imperialisme atau Imperialisme modern adalah suatu bentuk baru dari Imperalisme tua. Bung Karno menyebutkan bahwasanya Imperalisme modern adalah anak dari Imperalisme tua yang disesuaikan dengan zaman si anak dan caranya akan jalannya Imperalisme modern tetapi intinya tetaplah ia suatu nafsu, suatu system yang mempengaruhi dan menguasai ekonomi suatu bangsa dan negeri yang kaya akan sumber daya alamnya, suatu system keserakahan yang ingin merajai ekonomi dunia dari pembodohan bangsa lain.

Menurut Neo Imperialisme di Indonesia ada empat sifat : Pertama : Indonesia tetap menjadi negeri pengambilan bekal hidup, Kedua : Indonesia menjadi pengambilan bekal-bekal untuk pabrik-pabrik asing, Ketiga : Indonesia menjadi negeri pasar penjualan asing, Keempat : Indonesia manjadi lapangan usaha bagi modal yang ratusan, ribuan, jutaan jumlahnya. Dan hingga saat ini Neo Imperialisme telah mencapai puncaknya, karena berhasil menanamkan virusnya kepengusaha-pengusaha pribumi, pengusaha atau kaum modal dari pribumi (swasta) memiliki kepentingan untuk mencapai keuntungan yang sebesar-besarnya walaupun dengan menekan dengan rendah tenaga produksi dan sebab karena itu maka pergaulan hidup akan merendah juga. Inilah yang diinginkan Imperialisme modern itu dengan menghalangi kemajuan rakyat kami dan menciptakan kesenjangan sosial antara kami, sehingga kami saling mengalahkan antara kaum pemodal dan kaum buruh. Akhirnya rakyat pribumi hanya menjadi kaum buruh belaka. Baik pengusaha, kaum pemodal ataupun kaum buruh adalah kaum buruh didalam pergaulan bangsa-bangsa hanyalah sebuah boneka dari Negara-negara maju ! akan tetapi, kata Bung Karno “siapa yang bisa merantai suatu bangsa, kalau semangatnya tak mau dirantai? siapa yang bisa membinasakan suatu bangsa kalau semangatnya tidak mau dibinasakan?” ,juga kata Bung Hatta “ Lebih suka kami melihat Indonesia tenggelam kedasar lautan, daripada melihatnya sebagai embel-embel abadi pada Negara asing” Begitulah pesan-pesan untuk menginsyafi nasionalisme oleh Bung Karno dan Bung Hatta sebagai The Founding Fathers bangsa ini dengan keinsafan-keinsafan berbangsa dengan Cinta Tanah Air dengan keinsyafan untuk bersatu dalam NKRI dengan semangat Nasionalisme. Dengan semangat nasionalisme yang demikian ini akan timbul suatu percaya pada diri sendiri bangsa ini, dan nantinya akan membawa ke suatu pergerakan nasional untuk bangkit dalam setiap aspek wawasan nusantara, akan membawa kita menjadi suatu bangsa besar dimana bangsa yang besar ini tidaklah besar kepala dengan bangsa lain, tetapi berdasar hati dari bangsa lainnya. Yaitu bangsa yang berbesar hati walaupun disebut-sebut “bangsa kambing”, sehingga akan membuka mata bangsa lain yang mengatakan “Bangsa Kambing” itu sehingga mereka akan menginsyafi setiap bangsa adalah bahwasanya adalah bangsa yang “Satu”.

Nasionalisme bangsa Indonesia tidak seperti Nasionalisme bangsa lain yang menganggap rendah bangsa lainnya melainkan Nasionalisme yang berprikemanusiaan, dimana kita menghargai bangsa-bangsa dalam dunia. Internasionalisme, dimana nasionalisme kita akan tumbuh subur dalam dalam landasannya Internasionalisme. Untuk menyuburkan rasa nasionalisme ada 3 jalan seperti yang disampaikan oleh Bung Karno pada siding pengadilan colonial di Bandung 1930, pidato yang berjudul Indonesia Menggugat, yaitu : Pertama, kami menunjukkan kepada rakyat, bahwa ia punya hari dulu adalah hari dulu yang indah. Kedua, kami menambah keinsafan rakyat, bahwa ia punya hari sekarang, adalah hari sekarang yang gelap. Ketiga, kami memperlihatkan kepada rakyat sinarnya hari kemudian yang berseri-seri dan terang cuaca, beserta cara-caranya mendatangkan hari kemudian yang penuh dengan janji-janji itu. Bung Karno mengingatkan juga bahwa “Nasionalisme tidak akan tumbuh subur dalam ladangnya Internasionalisme” dan Bapak Mahatma Ghandi juga pernah berkata “Nasionalismeku adalah kemanusiaan” sehingga ia yang mengumpat bangsa lain itu menjadi malu telah merendahkan bangsa lainnya. Karena dengan merendahkan bangsa lain sesungguhnya ia merendahkan bangsanya sendiri.

5 Virus yang merusak sendi-sendi Pancasila "Virus II Kelirumologi"

"Virus II Kelirumologi"

Jika membaca sebuah buku yang berisi kumpulan-kumpulan artikel Presiden RI I Bung Karno ada sebuah artikel yang berjudul “Islam Sontoolooyoo!”, Bung Karno disana mengomentari tentang orang-orang Islam yang salah kaprah -atau kelirumologi menurut Jaya Suprana- tentang ajaran Islam itu sendiri. “Dibawah Bendera Revolusi” sangat relevan dalam carut marutnya bangsa kita pasca reformasi ini, dimana reformasi kita adalah reformasi kebablasan, malahan lebih liberal dari liberalismenya dunia barat. Sehingga nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila seolah-olah terkubur kembali pasca reformasi bangsa ini. Jangankan pemahaman essensi Pancasila, pemahaman essensi tentang agamanyapun makin banyak pemeluknya yang masih kelirumologi, seperti kita ketahui di era reformasi ini diantara orang Islam banyak yang tidak memahami essensi Islam itu sendiri yaitu kerukunan dan perdamaian, banyak dari mereka memusuhi orang yang diluar Islam, mereka menganggap diri mereka adalah paling benar dan meyakini dirinya dijamin surga oleh Tuhan, mereka selalu berdebat tentang kebenaran prinsipnya, bahkan dengan saudara seimannya mereka berdebat lalu memisahkan diri dari apapun yang menjadi perbedaan untuk mempertahankan kebenarannya pribadi masing-masing. Berbeda ajaran dan aliran mereka bertikai, hanya berbeda baju mereka bertikai, mereka berbeda masjid mereka bertikai, dan mungkin antara mereka yang ada jenggot dengan yang tidak ada jenggot pun mereka memisahkan diri. Mereka anggap yang diluar Agama atau aliran yang mereka anut adalah hina, mereka anggap saudara mereka yang berbeda prinsip adalah bukanlah saudara di mata mereka, mereka lupa bahwasanya semua manusia diciptakan dalam satu persaudaraan kejiwaan, tidak ada satu manusiapun yang tidak ditiupkan Cahaya-Nya, cahaya yang kita sebut Nur Muhammad (menurut ajaran Islam) dan Ruh Kudus (menurut ajaran Kristen), maka semua manusia tak luput dari kemuliaan-Nya, tidak ada seorangpun yang hina dimata Tuhan.

Nabi-nabi diturunkan ke dunia ini adalah sebagai contoh untuk umatNya. Perbuatan sebagai contoh dari Nabi Muhammad, Nabi Isa, Nabi musa, dan yang lainnya adalah akhlaq yang mulia dalam menjalani kehidupan ini, yang menjaga alam semesta beserta isinya, yang menghargai umat agama lainnya, bahkan menghargai orang yang memusuhinya sekalipun. Hati beliau-beliau sungguh telah dibersihkan dari daya kebendaan yang diliputi oleh hawa nafsu, sehingga mereka dapat menghargai perbedaan yang ada dengan segala kebijaksanaannya yang tercermin dalam sikap dan perilakunya yang sopan dan santun serta penuh kasih sayang terhadap siapapun tanpa pandang bulu, kesemuanya itu beliau lakukan untuk contoh kepada umatnya agar kita tetap bersatu demi terciptanya perdamaian di seluruh alam semesta ini. Memang manusia diciptakan oleh Tuhan dengan berbeda-beda golongan, berlainan jenis dari berbagai macam suku bangsa, tetapi ketika perbedaan itu membuat perpecahan yang menimbulkan pertikaian dan kekerasan yang jauh dari perdamaian inilah yang harus dihindarkan, mereka yang terus menerus berdebat untuk membenarkan pendapatnya sendiri tanpa menghargai pendapat orang lain sehingga pada akhirnya nanti muncullah suatu pertikaian dan kekerasan yang menimbulkan perpecahan diantara mereka sendiri. Mereka yang menunggalkan kebenarannya sendiri dengan menempuh jalan kekerasan telah tertipu oleh akal pikiran dan hati mereka sendiri, mereka itu seorang Islam, seorang Kristen, seorang Hindu, seorang Budha, seseorang yang beragama tetapi umat yang sontoolooyoo!

Banyak juga dari pemuka agama mungkin yang dikenal sebagai orang yang terpandang dalam segi agama dari masyarakat, mulut mereka selalu mengajak dalam kebenaranNya, tetapi itu hanya dimulutnya saja sedangkan dihati mereka sudah dikuasai oleh materi, mereka hidup bermewah-mewahan, mereka sudah berhaji berkali-kali, keliling dunia berkali-kali, mereka memiliki rumah yang megah, mobil-mobil yang mewah, mereka lupa bahwa Nabi-nabi mereka tidak sesekalipun mengajarkan “wahai umatku, bermewah-mewahanlah kalian” mereka melupakan bahwa Nabi-nabi mereka hidup dalam kesederhanaan bahkan dalam kesengsaraan. Jika kita lihat ajaran umat Islam suatu ayat Al Qur’an yaitu dari surat At-takasur ayat 1 (satu) yang berbunyi : “Alhakumuttakasur”, yang artinya “bermegah-megahan akan melalaikan kamu!”, dalam ayat ini Tuhan telah memperingatkan kita dengan jelas dan tegas!, tetapi diantara mereka ada yang masih tetap berkubahkan emas ditengah-tengah lingkungan mereka yang dilanda kesusahan dan kelaparan!, mereka membeli peralatan ibadah mereka dengan harga berjuta-juta yang mungkin satu set perlengkapan ibadah mereka bisa memakmurkan sepuluh kepala keluarga si miskin yang disekitar lingkungan mereka. Apakah sekarang gengsi dari daya kebendaan dan kemewahan telah mengikis rasa kemanusiaan dan perikemanusiaan mereka. Mereka hanya memikirkan diri mereka sendiri, mereka sholat mengaji,dan berpuasa hanya agar dirinya sendiri terhindar dari neraka, mereka lupa menunjukkan bhakti mereka kepadaNya yaitu menjadi sebaik-baik manusia adalah manusia yang bermanfaat bagi manusia lainnya. Mereka malah menimbun-nimbun harta dan emas di bank-bank kapitalis dengan mengharapkan bunga yang tinggi yang di Islam atau Kristen sendiri disebut sebagai riba atau puluhan, riba atau puluhan hanyalah akal-akalan manusia untuk kucing-kucingan dengan ayat Tuhan. Sistem buatan kapitalisme itu tidak menyentuh kegiatan ekonomi bawah, sehingga kegiatan ekonomi hanya berputar dikalangan kapitalis sejati, sehingga orang miskin di dunia semakin bertambah. Dan mereka yang menimbun-nimbun harta dan emas ini yang berharap mendapatkan dengan mudah bertambahnya harta mereka walaupun dengan memakan sistem kamuflasenya riba tersebut yang sesungguhnya adalah jatah rezekinya si miskin! Dan diantara mereka itu ada yang menyebut dirinya Islam tetapi tindakan mereka jauh dari nilai-nilai ajaran agamanya sendiri dan mereka itu adalah termasuk juga dalam golongan umat yang Sontoolooyoo!

Kita mungkin telah lupa bahwa esensi dari agama itu adalah untuk membuat perdamaian di seluruh alam semesta, jika di ajaran Islam disebut sebagai ”Rahmatan lil alamin”, Rahmat bagi seluruh alam semesta tanpa pandang bulu, tidak ada yang membedakan manusia kecuali taqwa dan imannya, dan itu hanyalah Tuhan dan dirinya sendiri yang bisa mengukurnya. Kita tidak berhak menghina dan membuat pertikaian antara satu sama lainnya, karena kita adalah satu dalam perbedaan, karena tidak ada setitik partikel zat terkecilpun yang tidak diliputi oleh DzatNYA, daun yang jatuh adalah tidak sia-sia Tuhan jatuhkan, tidak ada kejadian di dunia ini adalah diluar kehendakNya. Ada sebab pasti ada akibatnya. Semua kejadian yang meliputi didalam dan diluar dirinya seorang manusia adalah cerminan dari perbuatan dan perilakunya terhadap sesama beserta isi seluruh alam semesta ini. Apa yang kita tanam itulah yang akan kita tuai, marilah kita tanam benih-benih Islam sejati yang menyuburkan Pancasila kita, dimana Pancasila yang menghargai dan menghormati keberagaman agama akan membuat suatu perdamaian, dan Pancasila itu ada dalam pangkuan ajaran Islam yang merahmati seluruh Umat manusia. Marilah kita bergotong-royong untuk kesejahteraan bersama, dan marilah kita renungkan semua essensinya dari Islam dan Pancasila itu sendiri ini lalu secepat mungkin berbuat sesuatu yang bermanfaat bagi orang-orang lain yang kesusahan dimulai dari sekitar kita sehingga setitik kebaikan akan membuat dunia ini menjadi tempat yang lebih baik.

5 Virus yang merusak sendi-sendi Pancasila " Virus I Fundamental Agamis"

" Virus I Fundamental Agamis"

Sejak Pasca reformasi ini banyak pihak-pihak yang ingin mengubur kembali nilai-nilai dari Pancasila, mereka ingin bangsa ini pecah, mereka ingin bangsa ini bertikai, maka mereka mulai menyebar virus mereka ke berbagai golongan masyarakat bangsa kita dari bangsa kita dalam berbagai jalur wawasan Nusantara kita. Akibat daripada virus itu beberapa golongan masyarakat umat beragama ada yang menuding bahwa ajaran dasar negara kita “Pancasila” adalah sebuah Ideologi yang bertentangan dengan dasar ajaran agama. Mereka menuding Pancasila adalah buatan zionisme yang anti Tuhan, apapun alasannya sesungguhnya mereka hanya yang ingin mengubur kembali nilai-nilai luhur budaya lokal yang terkandung dalam Pancasila ini, karena yang mempersatukan bangsa ini adalah Pancasila, oleh karena itulah satu-satunya tujuan mereka hanyalah untuk memecah belah persatuan dan kesatuan bangsa ini, karena Pancasila sejak dahulu adalah nilai-nilai dari budaya nenek moyang bangsa kita yang digali kembali oleh The Founding Father kita sebagai alat satu-satunya alat pemersatu bangsa kita. Pihak-pihak yang menginginkan bangsa ini pecah telah meracuni pemikiran-pemikiran dengan menyesatkan logika Pancasila dari tiap-tiap silanya. Terutama pada Sila yang seharusnya menjadi Ruhnya Pancasila itu sendiri yaitu Sila “Ketuhanan Yang Maha Esa”. Dalam sila pertama ini mereka mempengaruhi dan menyebarkan virus-virus kebencian dari pemuka-pemuka agama di bangsa ini, terutama agama Islam karena Islam adalah agama mayoritas di Republik ini, Beberapa golongan dari umat Islam seperti kaum fundamentalis Islam sebagai contoh, ada yang mengatakan bahwa “Pancasila adalah ajaran sesat, ajaran yang bertentangan dengan konsep Islami!”.

Sesungguhnya mereka yang terpengaruh isu-isu yang meyesatkan bangsanya sendiri, tidak mengerti bahwa ada perbedaan yang mendasar antara “Dasar Negara” dan “Dasar Agama”. Dalam perjalanan sejarah bangsa ini kita mengenal sosok “Buya Hamka” sebagai tokoh besar kaum muslimin yang turut membesarkan organisasi masyarakat Islam Muhamadiyah yang dulu berpolitik untuk memberlakukan syari’at Islam pada zaman Bung Karno. Beliau dalam berpolitik pada awalnya akur dengan Bung Karno, kemudian pada saat partai Islam menduduki konstituante perumusan UUD yang salah satunya diwakili oleh Bapak Buya Hamka, ingin memasukkan dan menegakkan syari’at Islam dalam perumusan UUD. Menanggapi hal ini Bung Karno berpendapat bahwasanya jika umat Islam menginginkan negara ini diwarnai oleh nilai-nilai ajaran Islam, maka berjuanglah umat Islam untuk menduduki sebagian besar suara di parlemen, dan juga jika umat Kristiani ingin negara ini diwarnai oleh nilai-nilai ajaran Kristen maka, umat Kristiani harus berjuang pula untuk mendapat sebagian besar suara di parlemen. Dengan asas ini akan tercapai keadilan dan kerukunan antar umat beragama. Kemudian Bung Karno mengambil sikap yang tegas dengan membubarkan konstituante dan kembali ke UUD 1945 dengan menerapkan demokrasi terpimpin melalui dekrit presidennya untuk menyelamatkan negara ini dari perpecahan umat beragama. Dari pengalaman masa lalu tersebut kemudian banyak orang Islam yang moderat masih menyimpan kebenciannya atas kegagalan mereka menegakkan syari’at Islam pada waktu itu sehingga banyak kesalahpahaman tentang Pancasila dari kejadian sejarah ini.

Dalam kancah dunia perpolitikan Bapak Buya Hamka, tokoh besar Islam yang juga pernah menjadi ketua Majelis Ulama Indonesia yang pertama kali inipun tidak pernah sama sekali beliau menentang konsep dasar negara kita “Pancasila”. M.Natsir juga pernah berkata “Pancasila akan tumbuh subur dalam pangkuan Islam”. Bapak Buya Hamka dan bapak M. Natsir adalah tokoh Islam yang sangat mengerti betul menempatkan diri sebagai hamba-NYA dan sebagai bangsa Indonesia adalah satu kesatuan jiwa dimana ada saatnya beliau memposisikan dirinya sebagai bangsa Indonesia, beliau akan berjuang untuk menjaga persatuan dan kesatuan demi terciptanya apa yang menjadi tujuan bangsa dan negaranya dan adalah suatu kewajiban pula bagi seorang muslim untuk berjuang agar kesejahteraan masyarakat Negara dimana-mana orang muslim itu bertempat bisa terwujud dan terciptanya perdamaian.

Pancasila sebagai “Dasar Negara” harus dibedakan dengan “Dasar Agama” karena dua hal tersebut sangat berbeda. Dasar Negara ialah dasar kebangsaan, dimana kita sebagai bangsa Indonesia telah bersumpah pada saat 28 oktober 1928, hari yang kita kenal sebagai hari sumpah pemuda dimana kita mengikrarkan bahwa pemuda-pemudi Indonesia bertanah air satu, tanah air Indonesia, berbahasa satu bahasa Indonesia, berbangsa yang satu Bangsa Indonesia. Sedangkan Akidah Agama ialah dasar manusia sebagai hamba-NYA, dimana sebagai hamba-NYA kita wajib untuk beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa. Tidak ada yang membedakan manusia kecuali iman dan takwanya dalam konteks agama. Disediakan surga-NYA untuk hamba yang bertakwa kepada-NYA, dan neraka bagi mereka yang mengingkari Tuhan. Agama sebagai pandangan dasar hidup seorang manusia secara universal. Perbedaan yang mendasar pula bisa kita lihat di wilayahnya. Negara tidak bisa diorganisirkan di langit atau di akhirat nanti. Tetapi dunia yang fana ini adalah lisensi setiap manusia untuk menuju langit. Disinilah hubungan antara “Dasar Negara” dan “Dasar Agama” harus berjalan dengan harmonis dan berimbang.

Kita sebagai bangsa Indonesia harus mempunyai nasionalisme berdasarkan dasar negara Pancasila dan agar menjaga agar tidak menjadi chauvinisme diatas itu kita harus sadar diri bahwa kita sebagai hamba-NYA yang sangat kecil dihadapan-NYA kitapun wajib beriman dan bertakwa berdasarkan keyakinan sesuai dengan dasar agamanya masing-masing. Setiap agama mengajarkan untuk menghormati agama lainnya, Manusia diciptakan oleh Tuhan dengan berbeda-beda jenis, bangsa, dan golongan, tetapi pada dasarnya manusia itu adalah satu. Manusia sebagai makhluk sosial tidak bisa hidup sendiri karena satu sama lainnya harus saling melengkapi,saling meghormati,saling menjaga,dimana kelebihan yang satu menutupi kekurangan yang lainnya, sehingga satu dalam kebersamaan, satu dalam gotong-royong. Satu kerukunan antara umat beragama dimana adalah menjadi suatu kewajiban manusia yang beragama yang meyakini adanya Tuhan Yang Maha Esa, lalu dari keyakinan itu menjadi bhakti kita kepada-NYA untuk saling bergotong-royong, saling menghormati, saling mencintai sesama manusia untuk menciptakan perdamaian didunia ini. Disinilah seharusnya nalar kecerdasan bangsa ini melihat segala sesuatu seperti virus-virus fundamentalis yang menimbulkan kebencian diantara umat beragama bangsa ini, agar tak terjebak oleh fitnah untuk memecah belah bangsa ini dengan isu-isu agama yang mencoba mengubur kembali dasar negara kita “Pancasila” dimana suatu kerukunan beragama akan tumbuh dengan suburnya di negeri yang kita cintai ini.